Ketika seseorang bertanya kepada saya; tentang siapa kekasih saya yang sekarang, gegas saya menunjuk ke arah langit. Saya biarkan orang itu menghitung awan yang bertebaran di angkasa. Saya harap ia bisa menemukan. Sesosok lelaki baik. Yang dari senyumnya terpancar cinta, ditujukan hanya kepada saya saja.
Tapi seseorang itu mengaku. Ia tidak melihat siapa-siapa. Kecuali jejak bintang Waluku. Yang berkilau dengan cahaya temaram paling rahasia.
Ketika seseorang yang lain bertanya kepada saya; tentang siapa lelaki yang sekarang membuat saya jatuh cinta, spontan saya menunjuk ke arah laut. Saya biarkan orang itu bertekuk lutut. Mengamati debur ombak yang datang silih berganti. Berharap ia bisa menemukan satu sosok lelaki. Yang pada hatinya tertanam kasih sayang, dipersembahkan hanya kepada saya seorang.
Tapi seseorang yang lain itu mengaku pula. Ia tidak menemukan siapa-siapa. Kecuali butiran pasir yang berhambur pecah. Dihempas oleh angin. Lalu menyatu kembali membentuk kristal-kristal beku, pekat, lagi dingin.
Ketika tidak ada seorang pun yang berani bertanya kepada saya; tentang siapa sesungguhnya lelaki yang telah berhasil menyembuhkan luka hati saya, maka diam-diam saya menunjuk ke arah Tuan. Yang berdiri gamang menatap kejauhan.Â
Lelaki senja itulah kekasih saya!
***
Malang, 28 Juni 2020
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H