"Anak gadis harus bisa bikin selongsong ketupat. Kalau tidak..."
Waduh!
Nah, ada yang pernah mendapat teguran seperti itu tidak semasa masih muda?Â
Saya pernah. Kala itu, masih dalam suasana hari lebaran, para sesepuh terlihat sibuk merangkai janur di depan rumah untuk membuat selongsongan ketupat. Saya yang kebetulan sedang duduk-duduk memperhatikan, tiba-tiba diminta untuk membantu.
"Nganu, maaf, saya tidak bisa bikin ketupat."
Dan, tentu saja kejujuran saya itu menuai banyak teguran. Yang ujung-ujungnya membuat saya terpaksa harus belajar merangkai janur untuk membuat selongsongan ketupat. Sebab kalau tidak...
Di awal-awal merangkai janur saya merasa sangat kesulitan. Terutama ketika harus bisa mempertemukan ujung dan pangkal kedua helai janur yang melilit di kedua punggung tangan saya pada satu titik akhir.Â
Berkali saya mengalami kegagalan. Kalau tidak macet di tengah jalan, selongsong ketupat bentuknya ruwet mencong sana sini tidak karuan.
Tapi saya tidak mau menyerah begitu saja. Sampai akhirnya, alhamdulillah, saya pun berhasil merangkai dua helai janur membentuk ketupat dengan sempurna!
Filosofi Ketupat