Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Aku, Aurora

25 Februari 2020   05:56 Diperbarui: 25 Februari 2020   06:33 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aurora!"

Ibu berteriak lantang. Memanggilku. Membuatku berhenti menulis puisi tentang langit.

Ya. Aku harus bergegas menghampiri Ibu. Membantunya mencuci piring- piring dan gelas-gelas kotor yang berserakan di atas meja warung.

"Aurora!"

Seorang pelanggan warung berseru lantang. Memanggilku. Membuat tanganku gegas mematikan kran air.

Ya. Aku harus bersegera menyeduh secangkir kopi. Lalu menyuguhkannya pada laki-laki pelanggan warung itu. Kalau tidak, Ibu bisa marah. Sebab bagi Ibu pengunjung warung---siapa pun dia, harus dilayani sebaik-baiknya bak seorang raja.

"Ia sering berhutang di warung kita, Bu. Kadang-kadang ia juga suka marah saat ditagih untuk melunasi hutang-hutangnya yang sudah menggunung. Apakah terhadap pelanggan yang demikian kita tetap harus memperlakukannya seperti seorang raja?"  

Pernah aku memprotes perihal pelanggan warung itu kepada Ibu. Tapi Ibu tidak menyahut. Ibu pura-pura tidak mendengar kata-kataku.

"Aurora!"

Kembali kudengar seruan lantang pelanggan warung itu. Aku melihat Ibu sudah mengedikkan kepala, memberi tanda agar aku bergegas datang melayani tamu istimewanya itu.

"Temani aku minum kopi," laki-laki pelanggan warung itu menatap tajam ke arahku begitu aku sampai di hadapannya. Lalu ia menggeser duduknya sedikit. Memberi ruang agar aku leluasa duduk berjejer di sampingnya.

"Aurora!"

Aku nyaris duduk menemani laki-laki pelanggan warung itu, kalau saja tidak kudengar seruan lantang itu.

Itu suaramu. Kau yang memanggilku. Dan itu---sungguh, membuatku merasa senang.

Aku melihatmu. Berdiri di ambang pintu warung. Menatapku ramah. Dengan seikat bunga berwarna merah tertangkup erat di tanganmu.

"Bunga-bunga ini kupersembahkan untukmu. Aku baru saja memetiknya dari kebun belakang rumah. Terimalah!"

Kakiku siap terayun, menujumu. Tapi laki-laki pelanggan warung itu menahanku dengan gerakan cepat, mencengkeram satu lenganku kuat-kuat.

"Jangan pergi! Tetap duduk di sini! Kau tahu? Aku sudah membayar mahal harga dirimu pada Ibumu!"

Sejenak aku terperangah. Menatap tak percaya wajah Ibu dengan mata merah menyala.

"Ibu?"

Suaraku tertahan. Terhenti di tenggorokan.

Aku melihat Ibu terdiam. Seperti biasa. Ibu pura-pura tidak mendengar kata-kataku. 

Dan aku mendengar laki-laki pelanggan warung itu tertawa puas. Penuh kemenangan.

Lalu aku melihat kau pergi. Berlalu meninggalkan warung dengan langkah gontai. Membiarkan bunga-bunga di tanganmu jatuh, luruh berserakan di sepanjang lantai.

**

"Aurora!"

Aku mendengar sipir penjara berseru garang memanggilku. Seraya memukul berulang-ulang pintu jeruji besi dengan ujung anak kunci.

"Aurora!"

Sekali lagi kudengar teriakan sipir penjara memanggil namaku. Tapi aku geming, diam membisu. Pura-pura tidak mendengar suara apa pun di sekitarku.

"Saudari Aurora! Bisakah Anda jelaskan bagaimana cara Anda menghabisi nyawa laki-laki pelanggan warung itu?"

Terngiang kembali pertanyaan basi yang diajukan oleh Majelis Hakim di ruang sidang pengadilan itu.

Aku, Aurora. Tersenyum puas penuh kemenangan. Cukup itu saja. Tak perlu menjelaskan apa-apa.

"Aurora!"

Itu suara langit. Ia sudah memanggilku. 

Aku gegas meraih pena. Lalu menulis berbait-bait puisi tentang birunya cakrawala. Tentang hujan yang tertunda di udara. Juga, tentang sepotong hati yang terluka.

***
Malang, 25 Februari 2020
Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun