Kita sedang duduk di hadapan tungku perapian. Menunggui hujan yang turun tanpa jeda. Kamu bersedeku lengan, dan aku meringkuk dalam diam, tanpa suara tanpa senyuman.
Yang kuyup di luar sana. Mengapa yang basah hati kita?
Kita lantas sibuk menghitung barisan gerimis. Yang jatuh berhamburan secara ritmis. Hanya demi menutupi hati. Yang diam-diam menahan tangis dan rasa perih.
Rasa ini, mengapa kian hari kian merapuh? Tidakkah kita berupaya meluangkan sedikit saja waktu? Untuk sekadar menjumputi sisa-sisa cinta, yang barangkali masih ada. Di lekuk bibir dan di sepandang tatap mata.
Kita masih saja duduk bertahan. Diam. Di hadapan tungku perapian. Ditingkahi sunyi. Dikremasi rasa sepi.
Sampai kapan kita akan terus seperti ini?
***
Malang, 12 Februari 2020
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H