Senyummu adalah bunga, selalu kata itu yang kauucap, setiap kali kita bertemu
di suatu senja yang pasrah disetubuhi oleh tempias hujan
Lalu, aku akan menggambari udara dengan khayalan
bahwa kita telah tinggal di dalam satu rumah, terlelap di atas ranjang yang sama
melewati hari-hari
tanpa diricuhi hal-hal lain, selain cinta
Dan aku, setiap pagi akan menyeduhkan secangkir kopi
untukmu
dengan hanya mengenakan daster bertemali satu bermotif bunga-bunga ceplok piring
Mungkin, di suatu ketika---dalam khayalanku, kita akan bertengkar hebat
entah disebabkan oleh apa
Aku memakimu
kamu membentakku
lantas kita saling diam
dan memutuskan untuk tidur sendiri-sendiri
melewati malam yang dingin
Tapi itu tidak akan berlangsung lama
hanya dalam hitungan detik
aku kembali tersenyum, menghampirimu membiarkan bibirku jatuh di atas bibirmu
seperti hujan di Gurun Kalahari,
membadai
Senyummu adalah bunga, kembali kudengar kata-kata itu
sebagai penghiburan sebelum kamu pergi
meninggalkan aku dan juga senja yang berkali mengaku kehilangan biji matanya
***
Malang, 01 Februari 2020
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H