Di suatu malam nanti, saat rembulan baru saja mati terbunuh oleh mimpi-mimpi, diam-diam aku akan datang. Menyaru menjadi penyamun yang menyusup ke dalam ruang bidang dadamu.
Aku akan membawa pergi selembar hati yang kaumiliki, jauh ke suatu tempat. Yang tak tertera pada peta manapun juga.Â
Dan akan kusekap ia--hatimu itu, di dalam ruangan tak bersekat. Yang hanya diterangi cahaya remang-remang dari patahan sayap seekor kunang-kunang.
Kamu tidak perlu khawatir. Padaku, hatimu akan baik-baik saja. Ia tidak akan kuaniaya. Apalagi kulumuri dengan cairan cuka.Â
Aku hanya meminjamnya barang sejenak. Untuk kujadikan teman bicara. Hingga pagi membangunkanmu. Dan membuamu tersadar. Bahwa hatimu baru saja tercuri. Olehku. Perempuan yang tak pernah terlintas di dalam detektor pikiranmu.
Di suatu malam nanti, kala sunyi baru saja singgah memelukmu, diam-diam aku akan kembali bertandang. Membawa lari hatimu. Ke negeri angan. Dengan mengendarai kereta angin.Â
Tapi kali ini maafkan aku. Aku lalai. Tak mungkin kukembalikan hatimu ke tempatnya semula. Seperti yang sudah-sudah.Â
Sebab aku baru saja menjatuhkannya. Hatimu itu. Di tengah samudera luas. Yang dihuni oleh ribuan hiu buas.
***
Malang, 13 Januari 2020
Lilik Fatimah Azzahra