Suratku kali ini, masih tentang hujan. Yang patah hati karena ditinggal kekasihnya.
Kekasih hujan adalah pohon-pohon. Sementara mereka---pohon-pohon itu telah kaurampas kebebasannya. Menjadi cinderamata dan furniture di sudut-sudut ruang istanamu yang megah.
Suratku kali ini, masih tentang hujan. Yang menangis akibat kehilangan rumahnya.
Rumah hujan adalah sungai-sungai. Yang kaurampas hilir dan muaranya. Untuk memanjakan kaki-kakimu yang ongkang-ongkang bersepatu.
Suratku kali ini, masih tentang hujan. Yang beringas meluapkan amarahnya.
Amarah hujan tak ada yang mampu mengendalikan. Kecuali si pemilik tangan perkasa.Â
Ia-lah, Tuhan.
***
Malang, 05 Januqri 2020
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H