Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel [10] Goodbye Nightmare! | Jalan Rahasia

20 Desember 2019   04:43 Diperbarui: 20 Desember 2019   05:04 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:shutterstock

Bag-10

Jalan Rahasia

-------

Esoknya, pada hari kedua sejak kehilangan kontak dengan Laquita, Deborah bangun pagi-pagi sekali. Ia mengeluarkan mobil dari garasi lalu menyetir sendiri kendaraan roda empat itu menuju Wooden House. Setelah terlebih dulu meninggalkan pesan untuk Harry, tunangannya.

Mobil melaju dengan kecepatan tinggi. Deborah bahkan mengabaikan rambu-rambu lalu lintas yang dijumpainya. Ia berpikir, sepagi buta begini mana ada polisi merazia jalanan? Mereka tentu masih belum beranjak, masih bermalas-malasan di atas tempat tidur.

Sembari menyetir pikiran gadis itu terus bekerja. Ia harus segera bertemu Inta. Sejak komunikasi mereka terputus kemarin, Inta belum menghubunginya lagi. 

Tiga puluh menit berselang Avanza putih itu berhenti di area Wooden House. Deborah gegas turun menuju lobi hotel.

Seorang petugas hotel menyongsong kedatangannya.

"Nona Deborah?"

"Yup, Martin. Aku ingin menemui kakak temanku yang menginap di kamar 209," Deborah menyahut. Martin mengangguk sopan. Lalu mengantar Deborah menuju lantai dua.

***

Deborah segera mengetuk pintu yang masih tertutup. Sebentar kemudian seraut wajah menyembul dari balik  pintu.

"Deb!" Inta berseru.

"Boleh saya permisi pergi?" Martin membungkukkan badan. Deborah mengangkat tangan kanannya seraya berucap, "Thank's Martin. Senang bertemu denganmu."

Deborah mengikuti langkah Inta masuk ke dalam kamar. Lalu duduk di atas tempat tidur yang kondisinya masih berantakan.

"Pagi sekali kau datang, Deb. Pasti ini ada hubungannya dengan Laquita," Inta menatap Deborah dengan mata sayu, kelihatan sekali kalau ia masih mengantuk.

"Sudah dua hari aku kehilangan kontak, In. Aku khawatir terjadi sesuatu terhadap adik kesayanganmu itu."

"Kau mau minum teh poci panas, Deb?" Inta mengalihkan pembicaraan. Deborah mengangguk.

"Oh, iya. Apakah kau juga menerima pesan aneh dan foto Laquita dari seseorang?" Deborah menatap Inta tak berkedip.

"Pesan dan foto? Tidak." Inta berbalik badan, menyodorkan secangkir teh lalu duduk di samping sahabat adiknya itu.

"Ada sesuatu yang terjadi, Deb?"

Deborah mengatur napas. Lalu menceritakan perihal pesan aneh dan foto Laquita.

"Kau sudah menelpon orang itu? Maksudku orang yang mengaku sebagai Jeremy itu?" Inta menegaskan.

"Sudah. Tapi tidak pernah diangkat."

Inta terdiam.

"Apa kita perlu melaporkan kasus ini kepada polisi?" Deborah menatap Inta bersungguh-sungguh. 

"Jangan! Demi keselamatan adikku sebaiknya hindari menghubungi polisi."

"Lalu apa yang bisa kita lakukan?"

"Berdoa."

"Hanya itu?"

"Ya. Hanya itu."

***

"Aku ingin melihat-lihat sekeliling penginapan, Inta. Kau mau ikut?" Deborah beranjak dari duduknya. Inta menggeleng. Ia memang sedang tidak ingin ke mana-mana. 

Deborah akhirnya pergi sendiri. Menikmati alam terbuka di sekitar Wooden House.

Bagi Deborah Wooden House bukanlah tempat yang asing. Sudah berkali-kali ia berkunjung dan menginap di sini. Kadang ia datang sendiri atau bersama keluarga. Ia hafal betul lika-liku bangunan tua peninggalan zaman kolonial itu. Bagai berada di rumah sendiri.

Di sini, di Wooden House ini, Deborah memiliki tempat favorit, yakni pondok kecil terbuat dari papan kayu yang berada di samping kiri bangunan induk. Dari pondok itu ia bisa menikmati alam sekitar sepuasnya sembari merebah santai di atas hammock.

Dan ia baru saja sampai di pondok itu ketika pandangannya terpuruk pada sosok pemuda yang amat dikenalnya.

Martin.

Martin sepertinya tidak menyadari bahwa Deborah tengah mengawasinya. Ia terus saja berjalan di samping pondok, melewati jalan setapak menuju arah lembah tanpa menoleh. 

Sejenak Deborah melupakan keinginannya untuk berleha-leha di atas jaring-jaring ayunan. Ia gegas menyusuri jalan setapak di sepanjang sisi pondok. Mengikuti Martin.

Dan jalanan kian menurun hingga di bibir lembah. Deborah berhenti sebentar, menatap sekeliling. Ia mulai menimbang-nimbang. Beranikah ia melanjutkan langkah mengikuti Martin? Mengingat jalanan setapak yang akan dilaluinya cukup curam. 

***

Deborah memutuskan untuk melanjutkan. Ia mulai menuruni punggung lembah yang di sisi kanan kirinya banyak ditumbuhi pohon pinus.

Sekitar tiga puluh meter perjalanan, jalan setapak di hadapannya mendadak buntu. Tidak berkelanjutan lagi.

Deborah menghentikan langkah. Ia merasa telah kehilangan jejak. 

Setelah yakin tidak mungkin melanjutkan perjalanan, ia memutuskan untuk kembali ke pondok singgah.

Tapi kemudian ia berubah pikiran. Teringat Martin. Kemanakah ia pergi? Dan apa yang hendak dilakukannya?

Sekali lagi Deborah menyapu pandang ke sekeliling lembah. Matanya yang bulat sesekali memicing. Dan mata itu akhirnya berhenti pada segerumbulan semak yang berjarak sekitar tiga meter dari hadapannya. 

Semak itu memiliki bentuk yang berbeda dari semak yang lain. Selain ukurannya lebih besar, beberapa rantingnya melengkung membentuk gapura.

Tapi bukan itu yang menarik perhatian Deborah. Melainkan rerumputan yang tumbuh di sekitarnya.

Rumput-rumput itu merebah. Seperti bekas terinjak-injak oleh sepatu.

Insting Deborah mulai bekerja. Ia merasa ada sesuatu yang mencurigakan. Tanpa ragu kakinya mulai melangkah menuju semak belukar itu. Lalu tangannya bergerak lincah menguak rerimbunan yang bentuknya unik itu.

Dan dugaannya benar.

Gerumbulan semak itu ternyata sebuah jalan rahasia!

Bersambung....

***

Malang, 20 Desember 2019

Lilik Fatimah Azzahra

Kisah sebelumnya; Novel 9

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun