Ia agak malas melanjutkan perjalanan menuju pulang. Sebab ia tahu istrinya akan mencecarnya dengan beragam pertanyaan dan tidak bakal percaya dengan apa yang disampaikannya nanti. Bahwa motornya baru saja ngadat karena kehabisan bensin. Pasti istrinya yang pencemburu berat itu tak segan menuduhnya telah berbuat macam-macam.
"Mengantar siapa saja sampai motormu kehabisan bensin? Mengantar para perempuan cantik? Iya! Pasti begitu. Pasti kau sudah bersenang-senang dan..."Â
Lelaki paruh baya itu membanting punggungnya keras-keras di atas rumput. Bagaimana mesti menghentikan rasa cemburu yang sudah melampaui batas kenormalan? Harus diceraikan-kah?Â
Firdaus menggeleng. Ia tidak akan pernah berani melakukannya. Sebab ia tahu sesungguhnya ia sangat mencintai istrinya itu.
Semilir angin membuat Firdaus mengantuk berat. Sejenak ia melupakan kekusutan di dalam kepalanya. Dan beberapa menit kemudian tanpa sadar ia terlelap di tepi danau yang airnya perlahan mulai pasang.
***
Berita mengagetkan itu membuat Fatimah, istri Firdaus menangis meraung-raung. Ia tidak percaya suaminya ditemukan terapung dalam keadaan tak bernyawa di atas air danau. Siang itu sepulang dari mengajar.
"Apa yang sudah terjadi padamu, Mas? Mengapa kau tidak pamit dulu padaku? Bagaimana kalau di akhirat sana ternyata kau disambut oleh puluhan bidadari yang kecantikannya melebihiku?"
Fatimah memeluk jasad suaminya erat-erat. Saat itu juga terbersit dalam pikirannya untuk sesegera mungkin menyusul suaminya itu. Pergi ke akhirat.
Usai pemakaman Firdaus, Fatimah berjalan menuju ke arah danau. Ia memilih berdiri berlama-lama di tepiannya menunggu air pasang dan menenggelamkan dirinya.
Ia bersorak kegirangan ketika tubuhnya mulai terendam air setinggi pinggang.