Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kau Tahu Bagaimana Caraku Membunuhmu, Syahrul?

6 Desember 2019   18:13 Diperbarui: 6 Desember 2019   18:36 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pinterest.com/Bob Osborne

----

Seperti katamu, Lik,
cerita ini memang sudah cukup purba
Kita mencuri waktu diam-diam
dari malam,
dengan gelora dan hasrat yang memantik tubuh masing-masing

"Aku bisa menghentikan
bunyi jantung kita."
"Caranya?"
Kau penasaran.

Lalu berteriak
Nyaring
Mendesah
Belati tertancap di dadamu
Pembaringan kita memerah

(dari puisi Syahrul Chelsky)

***

Aaaaaahhhh....!

 "Lik?!" 

Tanganmu sibuk menyeka peluh yang membasahi keningku. Sementara aku merapikan selimut yang tersingkap hingga sebatas paha. Mataku nanar. Menatap wajahmu yang dingin.

"Kukira aku sudah mati," aku mencoba bangkit dari tidurku. Kau membantuku dengan menurunkan punggung sedikit agar bisa kugelayuti.

"Kau bermimpi tentang pembunuhan itu lagi?" tanyamu dengan senyum segaris. Aku mengangguk. Lalu tiba-tiba saja kau tertawa. Tawa yang terdengar ganjil di telingaku.

"Kau selalu beranggapan aku akan membunuhmu, Lik. Kenapa? Apakah wajahku menggambarkan seorang bajingan?" kau menarik sebuah bantal. Lalu menyandarkan punggung. Aku tidak menyahut. Hanya bergumam dalam hati. 

Asal kau tahu saja, Syahrul. Kau itu rajanya bajingan! 

Mataku tertawa. Menertawakan kebodohanmu. Sebutan apa yang paling pantas untuk seorang laki-laki yang tega meninggalkan istrinya di rumah dalam keadaan hamil tua demi perempuan sepertiku, kalau bukan laki-laki bajingan?

"Jadi ternyata aku belum mati," gemetar tanganku meraih botol air mineral yang tergeletak di atas meja. Sementara kau memejam mata dengan dada kembang kempis.

"Kita akan melakukannya lagi, Lik?" mendadak matamu terbuka. Menatapku nakal. 

Dan aku gegas merebah kembali seraya melempar senyum. Senyum paling jahanam yang pernah kutunjukkan kepada seorang laki-laki.

***

Dua orang polisi menginterogasiku di ruang tertutup. Satu di antara mereka sesekali menyentuh daguku dan menariknya ke atas, memaksa agar aku mendongakkan wajah.

"Jadi kau belum juga mau mengakui dengan cara apa kau membunuh laki-laki bernama Syahrul itu?" polisi berwajah tirus---mengingatkanku pada wajah mendiang Ayahku, mengulangi pertanyaannya.

Mulutku masih terkunci.

"Kau mau minum? Atau mau makan?" entah siapa di antara kedua polisi itu yang menawariku.

"Minum," akhirnya aku bersuara. Dan sebotol air mineral disodorkan ke arahku. Kuteguk dengan beringas. Dan pada tegukan terakhir, byuuurrrr!!!

Kusemprotkan air dalam mulutku tepat ke wajah kedua polisi itu.

***

Bagaimana caraku membunuhmu, Syahrul? 

Bhahahaha....Aku tertawa. Sungguh lucu. Tak seorang pun yang bisa mengoreknya. Tidak juga dua polisi bodoh itu!

Tapi ingatanku cukup segar, Syahrul. Jika sekadar mengingat bagaimana caraku mengenyahkanmu---dengan elegan, aku tak perlu mengobrak-abrik isi kepala.

Mengenyahkan? Ah, kukira kata itu kurang tepat. Bagaimana kalau kupakai saja istilah menghilangkan? Ya! Menghilangkan! Seperti jawaban yang selalu kau katakan saat aku birahi menghitung detak jantungmu 

Tawaku kian mengencang. Memenuhi ruangan yang sempit dan lembab.

Oh, ternyata aku salah Syahrul. Aku tidak sedang tertawa. Aku mengerang!

Sialan! Darah itu kembali mengalir dari lambung sebelah kiriku. Darah berbau anyir. Darah yang muncrat akibat tusukan belati yang beberapa waktu lalu berhasil kau hujamkan.

Arrrggghhh....

Tapi tunggu. Lihatlah aku, Sayhrul! Aku tidak mati, bukan? Aku masih hidup. Kaulah yang sudah mati! Jasadmu-lah yang ditemukan terbujur kaku di atas pembaringan merah, di dalam kamar yang selalu kau pesan setiap kali kita menumpahkan rindu.

Kuseka darah yang merembes dengan kedua tangan. Kubasuhkan darah itu ke seluruh permukaan wajahku.

Hooiii, Sayhrul! Apakah di neraka kau masih bisa mengingatnya? Bagaimana caraku membunuhmu? 

***

Malang, 06 Desember 2019

Lilik Fatimah Azzahra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun