Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Lelaki Biru

3 Desember 2019   18:25 Diperbarui: 3 Desember 2019   18:24 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kapan terakhir kali aku menyakitimu, Riana?"

Pertanyaan itu sungguh membuatku ingin tertawa. Sejak kapan kau bisa menyakitiku, Zein? Tidak akan pernah! Kau itu terlalu lembut. Bahkan terhadap seekor nyamuk yang mengisap kenyang darahmu pun, kau tak akan tega menyakitinya.

"Apakah seseorang yang terlalu mencintai tidak mungkin menyakiti, Riana?"

Kembali kau mengusikku dengan tanya itu. Kau memang selalu begitu, Zein. Selalu ingin mengusikku dengan mengatakan hal-hal yang membuatku mendekatkan wajah. Lalu menyanggah dengan dinamika suara naik turun. "Apapun itu kau tidak akan pernah bisa menyakitiku! Karena kau terlalu mencintaiku..."

"Apakah jika suatu saat aku berhasil menyakitimu, kau akan membenciku, Riana?"

Hup!

Aku menangkap lemparan bola dari bocah kecil yang tengah berlari riang di atas rerumputan. Sore itu. Di sebuah taman. Ketika cuaca sedang cerah dan sedikit berangin.

"Ayo lempar balik bolanya ke sini!" suara nyaring itu tidak saja membuyarkan lamunanku. Tapi sekaligus mengingatku kembali kepadamu. Bukankah kau juga pernah melakukannya? Melemparkan bola tepat di hadapanku. Lalu memintaku dengan suara lantang agar melentingkan bola itu kembali ke arahmu.

"Sekuatnya, Ma!"

Kalau saja tidak ada embel-embel kata 'Ma' di belakang teriakan bocah laki-laki usia lima tahun itu, mungkin aku mengira kaulah yang berseru padaku itu, Zein. Sungguh. Telingaku tak bisa lagi membedakan antara suaramu atau suara bocah lucu menggemaskan itu.

Aku masih geming memegang erat bola di tanganku. Membiarkan bocah kecil itu lama berdiri menunggu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun