"Kita bicara di dalam galeri saja, ya," Mbah Karim berbalik badan. Menggeser pintu galeri dan mempersilakan tamunya masuk. "Duduklah dulu di sini, Jeng. Aku akan mengambilkan air minum untukmu."
***
Masiyem yang tengah mengangkat cucian di belakang rumah merasa terheran saat melihat suaminya berjalan tergopoh masuk ke ruang dapur. Perlahan perempuan bertubuh subur itu mengikuti langkah suaminya.
"Untuk siapa air minum itu, Kang?" Masiyem tidak tahan untuk tidak bertanya.
"Untuk tamu, Yem."
Mendapat jawaban singkat dari suaminya, Masiyem menaruh curiga. Jangan-jangan suaminya itu...ah, tidak mungkin!
Untuk menepis rasa kecurigaan yang memenuhi hatinya, Masiyem memutuskan membuntuti suaminya yang sudah berlalu meninggalkan dapur menuju galeri. Dan langkah perempuan itu tertahan sejenak di depan pintu galeri saat melihat suaminya duduk bersebelahan dengan sebuah topeng.
"Minumlah Jeng. Hanya air putih ini yang bisa kusuguhkan padamu." Ia mendengar suaminya itu berbicara sendiri.
Jeng?
Masiyem mendadak tersadar. Topeng di samping suaminya itu adalah topeng yang selalu dikenakan oleh Jeng Astuti--perempuan yang selalu menjadi pasangan menari Mbah Karim di atas panggung.
Dan Jeng Astuti adalah satu-satunya penumpang yang tidak terselamatkan saat kecelakaan mobil terjadi. Pada tiga belas tahun silam.