Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Serial Tuan Sihir | My Beloved Mom

15 November 2019   08:33 Diperbarui: 15 November 2019   08:37 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: shutterstock

Prolog

Namaku  Dimas. Umur 17 tahun. Wajah cakep. Yatim piatu. Sejak kecil diasuh Simbah Kakung yang memiliki ilmu sihir. Digadang-gadang bisa menjadi pewaris ilmunya Simbah.

Tempat tinggalku berpindah-pindah. Kadang di puncak gunung (kalau pas lagi nemenin Simbah bertapa), tapi lebih sering tinggal di rumah kos-kosan di pinggiran kota. Saat ini tercatat sebagai siswa sebuah SMK jurusan TKJ kelas XI. Cita-cita ingin jadi tukang sihir yang baik seperti Simbah Kakung

Mulai mempraktikkan ilmu sihir meski belum sempurna. Yang penting punya niat baik untuk menolong sesama. Terutama cewek-cewek yang lagi galau.

Quotes: Amalkan ilmu walau sebiji kwaci. Bantulah orang-orang yang membutuhkan pertolongan tanpa menunggu diperintah.

------------

My Beloved Mom

Elvi masih meringkuk di balik selimutnya yang hangat. Padahal mentari sudah sejak tadi mengintip dari celah-celah jendela kamarnya.

Seorang wanita usia sekitar empat puluh tahun, membuka pintu kamar dan menyibakkan tirai jendela. Elvi menggeliat. Ia membuka matanya sedikit lalu bergumam, "Bunda, silau, nih!"

"Hari sudah pagi, Vi. Ayo lekas bangun!" Wanita itu menarik selimut Elvi.

"Ah, Bunda, masih ngantuk, nih!"

"Jangan malas! Bantu Bunda bersih-bersih rumah, memasak di dapur, mencuci piring dan..."

Elvi tidak menyahut. Gadis remaja itu menarik kembali selimutnya. Menutupi telinganya dengan bantal dan kembali memejamkan mata. Pura-pura tidur. 

Tentu saja kelakuannya itu membuat Ibunya kesal. Lalu tanpa bicara apa-apa lagi perempuan berdaster itu berlalu meninggalkan kamar.

Piing...! 

Aku muncul secara tiba-tiba. Menarik paksa selimut Elvi. Tapi cewek itu balik menarik selimutnya. Tarikannya terasa jauh lebih kuat.

Huft. Kalau begini terpaksa aku harus menggunakan ilmu sihirku.

Kukeluarkan tongkat sihir imutku itu, lalu, "BRA KADABRA!"                                                                                               

Ups! Bukan hanya selimut Elvi yang tersingkap, tapi juga baju tidur yang dikenakannya. Dan, benda warna pink yang menutupi dadanya itu pun terlihat jelas. 

Buru-buru aku menutup kedua mataku. 

Duh, aku pasti salah lagi mengucapkan mantra. 

Tapi salahnya di mana? 

Sejenak aku mengingat-ingat. Oh, iya! Pasti gara-gara ini. Harusnya aku mengucap  ABRAKADRA. Bukan BRA KADABRA.  

Melihat kemunculanku di kamarnya Elvi menjerit kaget. Cewek itu sontak duduk, terbangun sembari membenahi letak baju tidurnya yang berantakan.

"Hei! Apa yang kamu lakukan di sini?" ia melotot lebar, penuh amarah ke arahku. Tapi kemudian mata itu berubah lembut dan meredup. "Oh, ternyata kamu cowok cakep ya?" 

"Namaku Dimas," aku memperkenalkan diri. Elvi mengucek-kucek kedua matanya. Lalu kembali menatapku tak berkedip. 

Dan aku bisa melihat bola mata cewek itu berputar-putar seperti gasing.

"Nama kamu Elvi, bukan?" aku berusaha menyadarkan kelinglungannya.

"Eh, iya, dari mana kamu tahu namaku?" Elvi tersipu. "Nama lengkapku Elviana Istiada. Panggil saja aku Elvi, Ana, Iis, Titi, atau apa saja deh, sesukamu," Elvi tersenyum-senyum kemayu.

"Bagaimana kalau aku panggil kamu Lovely saja?" aku sengaja menggodanya.

"Oh, so sweet..." Elvi sontak melompat dari ranjang dan gegas menghampiriku. Aku mundur beberapa langkah. Merasa ngeri pagi-pagi disamperin cewek agresif begini. Mana ceweknya belum cuci muka dan gosok gigi lagi!

"Kamu pasti pangeran yang dikirim Tuhan untukku," Elvi merentangkan kedua tangannya.

"Bu-bukan! Aku ini seorang penyihir." Aku berusaha menjelaskan. Elvi mengernyitkan alis.

"Penyihir? Wah, kebetulan. Tolong sihir aku menjauh dari tempat ini dong!" mata Elvi mendadak berbinar.

"Loh, memang kenapa?" tanyaku heran.

"Aku ingin suasana tenang. Di sini berisik!"

"Masa sih? Kelihatannya di sini menyenangkan." Aku menatap sekeliling.

"Menyenangkan apanya? Pagi-pagi Bunda sudah ribut mengomel," Elvi bersungut-sungut. Bibirnya maju beberapa senti.

"Omelan Bunda menandakan beliau sayang sama kamu," ujarku sok bijak.

"Kamu belum pernah dengar Bunda kalau sudah mengomel, sih. Paaaanjang banget. Persis rel kereta api," Elvi berhiperbola. "Please, bantu aku ya."

Sejenak aku terdiam. Menimbang-nimbang permintaan Elvi. 

Aku bantu tidak, ya?

Lalu aku teringat pesan yang disampaikan Simbah Kakung.

"Baiklah! Aku siap menolongmu. Lovely mau pergi kemana?" tanyaku seraya mengeluarkan tongkat sihir kembali dari balik jubahku.

"Kemana saja deh. Ke pulau terpencil juga boleh!" Elvi berseru senang.

"Oke, pulau terpencil. Yakin, nih?" aku memastikan. Elvi mengangguk. 

Deal. Mulailah aku merapal mantra andalanku.

"PURBAKALIUS!"

Dueeeng! 

Kami pun terjungkal di sebuah tempat.

"Tempat apaan ini?" Elvi yang terjerembab di sebelahku membelalakkan mata.

"Sesuai permintaan Lovely. Ini pulau terpencil yang tidak berpenghuni," sahutku santai.

"Astaga! Eh, tapi kenapa pakaianku jadi aneh begini? Baju model apa ini?" Elvi mengamati sekujur tubuhnya yang hanya tertutupi selembar kain terbuat dari kulit harimau. "Dimas! Kamu tidak menyihirku menjadi Tarzan, bukan?"

Belum sempat aku menjawab, tiba-tiba terdengar suara geraman yang keras sekali.

Uuarrrggghhh!

Aku terlonjak dari  telungkupku, menutup telinga yang gendangnya serasa mau pecah. Begitu juga Elvi.

"Su-ara apa itu?" Elvi bertanya cemas.

"Dinosaurus!" Aku menunjuk sosok besar yang berdiri di belakang Elvi. Cewek itu seketika menoleh dan terpekik.

"Tooolooong...!!! Ada dinosaurus! Bundaaaa...toloooong!!!" Elvi menjerit-jerit histeris seraya menubrukku. 

"Cepat gunakan sihirmu, Dimas! Cepat! Aku mau pulang!" Berulang kali ia mengguncang-guncangkan lenganku. Sementara sang Dinosaurus mulai bergerak maju mendekati kami. Dentum langkahnya terdengar berat dan menakutkan.

"Dimas, cepat! Cepat gunakan sihirmu!" Elvi berteriak sekali lagi. Membuatku gugup.

"Tunggu Lovely, aku---aku lupa mantranya,"  dahiku berkeringat. Dan semakin berkeringat ketika melihat Elvi mulai menangis. 

Aku berusaha mengingat-ingat mantra apa yang harus kuucapkan agar kami bisa kembali ke rumah Elvi.

"Balik! Aku pingin balik!" Elvi sesenggukan dengan tubuh terguncang hebat.

Balik?

Aih, iya. Aku ingat sekarang. Mantra ini seharusnya yang aku pergunakan!

"BALIKUS!"

Gubraak!

Aku dan Elvi tersungkur di samping kandang ayam di belakang rumah. Seketika bau tak sedap menguar menyengat hidung.

"Huft, leganya," Elvi berdiri seraya menarik napas panjang. Sedang aku masih diam tengkurap di atas tanah. Membiarkan Elvi melonjak-lonjak, menari-nari meluapkan kegembiraannya karena terbebas dari cengkeraman dinosauraus. 

"Wooow! Ternyata bagaimanapun juga omelan Bunda lebih merdu daripada suara apa pun. Termasuk suara Dinosaurus itu!" Elvi tertawa-tawa menatapku.

Lalu meluncurlah teriakan memekakkan telinga itu.

"Bundaaaaaa.....I am coming!"

Dari jauh aku melihat wanita berdaster yang tengah serius membersihkan kandang ayam itu terlonjak kaget. Tak lama kemudian terdengar omelan panjang mengalahkan rel kereta api.

"Elviiiii...! Dari mana kau ini? Wajahmu kotor dan dekil. Rambutmu acak-acakan. Dan, astagaaa! Pakaianmu compang-camping seperti gembel!"

Ups, ini pasti karena kesalahanku. 

Aku lupa mantra apa yang harus kubaca untuk mengembalikan baju Tarzan yang dikenakan Elvi.

***

Malang, 15 November 2019

Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun