"Ka-u...apakah kau baik-baik saja?" Sri Kantil nyaris menghambur ke arah pendekar gondrong itu. Tapi urung. Sebuah kekuatan maha dahsyat mencegah langkah kakinya.
Gengsi.
Kekuatan gengsi itulah yang membuat Sri Kantil terpaksa diam dan bersikap acuh.
"Sri...sepertinya aku akan mati..." pendekar gondrong itu berkata megap-megap. Lalu diam tak bergerak.Â
Sri Kantil mendadak melupakan rasa gengsi yang beberapa menit lalu menguasai hatinya. Dibalikkannya tubuh kekar yang basah oleh keringat dingin itu. Ditekannya dada bidangnya kuat-kuat dengan kedua telapak tangan. Perlahan tapi pasti Sri Kantil menyalurkan energi prana berwarna merah untuk menyembuhkan luka dalam yang dialami oleh pemuda gondrong itu.
"Ayolah! Jangan mati dulu!" Sri Kantil mulai panik saat mengetahui tubuh yang terbujur di hadapannya itu sama sekali tidak merespon energi yang diberikannya. Tubuh itu membiru, kaku dan dingin.
Di ambang rasa putus asa, mendadak Sri Kantil teringat sesuatu. Jurus langka yang pernah diajarkan oleh Nini Surkanti.
Jurus Gelora Napas Buatan!
Â
Bersambung ke sekuel 2 Tembang Lelayu Lembah Senduro
***