Namun sayang, seiring berjalannya waktu, saya mulai melupakan Perpus Kota yang meninggalkan begitu banyak jejak kenangan. Apalagi kalau bukan karena pengaruh dunia digital. Dunia serba online yang tidak pernah terlepas dari genggaman tangan. Ya. Dunia serba mudah ini telah merampas kebiasaan saya berkunjung ke tempat yang dulu menjadi tujuan paling favorit bagi saya dan anak-anak.
Meski demikian, sekali waktu saat melintas di sekitar Jalan Ijen, mata saya masih suka mengintip gedung bersejarah yang dibangun pada tahun 1965 tersebut. Sembari bertanya-tanya dalam hati, apakah keberadaannya mulai terpinggirkan?
Semoga saja tidak.Â
Saya yakin Perpustakaan Umum Kota Malang akan senantiasa menjadi ajang paling diminati untuk berburu ilmu. Dan perhelatan Fiksi Fiesta yang digelar oleh Mas Margono dan kawan-kawan semoga menjadi salah satu magnet untuk terus menggeliatkan minat baca warga Kota Malang dan sekitarnya.Â
Apresiasi setinggi-tingginya bagi para Pustakawan yang tak kunjung menyerah berjuang dalam menghadapi era digitalisasi. Yang tetap setia merawat dan menjaga buku-buku berisi warisan ilmu.Â
Ada hujan buku gratis dari panitia penyelenggara. Dan juga---ada hujan rindu, dari saya.
Salam hangat pagi.
***
Malang, 19 September 2019
Lilik Fatimah Azzahra