Air terjun Coban Pelangi tersembunyi jauh di bawah kaki bukit. Jalan menuju lokasi yang berkelok-kelok dan agak curam merupakan tantangan tersendiri bagi mereka yang hobi menjelajah alam.Â
Anak-anak sudah tidak sabar lagi ingin segera melihatnya.
"Jangan terpisah dari rombongan. Jalan menuju lokasi sangat licin. Sebaiknya kita melepas alas kaki," saran Bu guru. Anak-anak setuju. Dan lihatlah, mereka bergegas  melempar sepatu-sepatu yang dikenakan  ke dalam mobil begitu saja.
"Pak sopir, nitip barang-barang kami, Â ya..." Â Savina berseru riang.
"Siyaap!" Pak sopir mengacungkan jempol.
"Ayo, anak-anak kita segera turun!" suara Bu guru membuat anak-anak yang semula tercerai berai segera berkumpul.
Seperti kata Bu guru, jalan setapak  menuju air terjun memang sangat licin karena semalam turun hujan. Tapi kondisi  itu sama sekali tidak menyurutkan semangat anak-anak. Mereka masih saja tertawa-tawa tiada henti. Bahkan ketika salah seorang teman terpeleset jatuh, mereka tetap saja tertawa.
Mendekati area air terjun, udara mulai terasa dingin dan lembab. Matahari yang terik tidak mampu menembus sampai ke dasar lembah. Pepohonan yang rimbun telah menghalangi cahayanya.
"Masih jauhkah air terjunnya, Bu?" tanya Javier sembari melipat tangan di atas dada menahan rasa dingin. Anak itu lupa mengenakan jaket.
"Kurang lebih setengah kilo meter lagi," jawab Bu guru.
"Bu, aku kepingin pipis!" seru Adit tiba-tiba. Bu guru menatap Adit yang meringis sembari memegangi perutnya.