"Di sekitar Danau Ranu Pani."
"Benarkah?"
Pemuda itu tertawa.
"Benar. Dan Mbak tidak menyadarinya," lanjut pemuda itu usai tawanya mereda. "Bukankah Mbak tadi sempat bertemu seseorang?"
"Bertemu seseorang?" saya mencoba mengingat-ingat. Lalu ingatan saya berhenti pada pertemuan dengan seorang perempuan tua.
"Sebentar. Apakah yang kau maksud nenek tua itu?" saya mendekatkan wajah. Pemuda itu mengangguk.
"Tak banyak orang seberuntung Mbak, bisa bertemu penunggu Danau Ranu Pani," pemuda itu melirihkan suaranya. Saya tertegun. Lalu teringat kejadian sore tadi saat kami beramai-ramai mengikuti langkah pemuda itu menuju area danau.
Misteri Danau Ranu Pani
Senja di sekitar Danau Ranu Pani beberapa kali menyihir langkah saya. Membuat saya tertinggal jauh dari rombongan. Bahkan saya mengabaikan seruan anak laki-laki saya yang meminta agar ibunya ini bergegas mempercepat langkah.
Saat menyusuri jalanan di antara rindang pohon cemara, mendadak seorang perempuan usia paruh baya membarengi langkah saya. Ia berpakaian lusuh. Kakinya yang mengenakan sandal jepit tampak kotor diselimuti debu. Wajahnya memerah khas wajah orang-orang daerah pegunungan.