Malam itu lereng Gunung Semeru yang biasanya senyap mendadak hingar bingar. Sorot lampu berwarna-warni diiringi musik cadas menggelegar seolah hendak membangunkan nyaris seluruh alam.
Bisa jadi pepohonan ikut menyanyikan tembang penuh semangat yang dilantunkan para penyanyi bersuara cadas. Atau mungkin saja air danau yang semula tenang bergerak lincah, menari-nari bersama tujuh bidadari yang turun dari langit.
"Tengah malam nanti salju akan turun," begitu suara santun Mas Andi sembari menatap kedalaman mata saya. Sebuah ajakan tersirat agar saya dan rombongan bersedia tinggal agak lebih lama lagi di Gimbal Alas.
Kami hanya mampu mengangguk. Mungkin bagi Mas Andi---sang pecinta alam sejati, salju yang turun adalah sahabat yang datang menyapa dan mesti ditemani hingga ia pergi. Tapi tidak bagi kami, yang terbiasa hidup termanjakan di sudut kota. Kami lebih memilih menunggu salju turun di atas hangatnya tempat tidur lewat mimpi.
Baiklah, Bro Andi dan kawan-kawan. Tetaplah eksis berjuang di dunia kalian. Tetaplah peduli pada Gunung Semeru--sang paku bumi dengan cara kalian sendiri. Kami akan senantiasa mendukung dari jauh.
Merdeka!
***
Malang, 21 Agustus 2019
Lilik Fatimah Azzahra