Kebingungan yang lain, yang tidak kalah memberatkan isi kepalanya adalah masalah keuangan. Akhir-akhir ini ia terlalu banyak menghambur-hamburkan uang demi menyenangkan hati istri mudanya. Bahkan ia mulai bertindak ceroboh dengan berani memakai dana kantor yang selama ini dipercayakan kepadanya.
Ketika pihak kantor meminta pertanggungjawaban, hanya satu yang terlintas di dalam pikiran Abi. Ia akan segera menjual harta paling berharga yang dimilikinya.
Harta berharga?
Otak laki-laki itu berpikir keras. Harta apa yang paling berharga yang saat ini dimilikinya? Mobil? Tidak. Tentu saja ia tidak akan melepaskan kendaraan satu-satunya itu. Ia masih sangat membutuhkannya.
Bagaimana dengan rumah? Â Ya, seperti hanya rumah yang bisa menolongnya saat ini dari keterpurukan.
Awan kumulonimbus berhenti berarak. Seolah mencibir. Sedemikian sempit pemikiran laki-laki itu. Ia melupakan bahwa rumah yang sedang bermain-main di pelupuk matanya adalah satu-satunya tempat bernaung Fatimah bersama anak-anak. Lalu hendak kemana kelak Fatimah harus pergi membawa serta buah hati jika rumah itu benar-benar laku terjual?
Ah, masa bodoh! Abi tidak berpikir sejauh itu. Dalam benaknya yang keruh hanya terbersit satu keinginan. Dalam waktu dekat ia harus segera mendapatkan uang dalam jumlah yang fantastis.
Itu saja.
Bersambung...
***
Malang, 14 Agustus 2019
Lilik Fatimah Azzahra