Dari setumpukan buku tua yang pernah aku baca yang tak tertera pada katalog manapun juga, kutemukan satu halaman rahasia yang ditulis oleh tiga penyair entah.Â
Buku yang bercerita tentang bagaimana sebuah rindu itu dilahirkan dan mengapa ia mesti diciptakan.
Penyair pertama,
tahukah kamu dari racikan apa rindu di hatimu itu diramu? Rindu itu terbuat dari segumpal awan. Yang sengaja diturunkan oleh seorang Begawan atas permintaan orang-orang yang merasa tertawan oleh jarak, waktu dan keadaan.
Penyair kedua,
akan kujelaskan, dari apa sebenarnya rindu itu diciptakan. Rindu terbuat dari pecahan bulan. Serpihannya berjatuhan di atas pangkuan seorang perempuan yang enggan mengakui bahwa sepi telah berkali-kali melukai relung hati dan nyaris membuatnya mati bunuh diri.
Penyair ketiga,
ini rahasia di antara kita berdua. Bahwa rindu itu ada karena sebuah rasa. Rasa cinta yang tak bisa dirunut kejadiannya. Ia lahir begitu saja seperti langit yang disinggahi bias-bias pelangi usai hujan melampiaskan hasrat birahi pada tanah- tanah kering tempat kaki berpijak di bumi.
Sekarang, terserah padamu. Penyair mana yang hendak kau percaya sebagai penerawang kelahiran rindu. Kalau aku? Aku tidak mempercayai ketiga penyair itu. Sebab aku, hingga kini--belum merasa rindu.
***
Malang, 07 Agustus 2019