Jika tiba-tiba aku rindu, akan kupetik sekuntum pagi yang dihiasi bias-bias rona pelangi. Kugantungkan ia di sepanjang juntai ujung rambutku. Dan semisal matahari sibuk mencari-cari, aku akan berdalih; pagi hanya kupinjam barang sebentar. Untuk menemani hati yang terkapar dilanun oleh sunyi dan keheningan yang liar membelukar.
Jika ternyata aku masih tak bisa terlepas dari rasa rindu. Kujaring saja matahari yang tengah menari di udara. Kan kupajang ia di sudut paling gelap ruang hatiku. Sekiranya langit dan awan merasa kehilangan, aku akan mengatakan; matahari pasti akan kukembalikan. Aku hanya ingin menghangatkan perasaan ini sesaat. Dari bekunya waktu dan dinginnya rindu yang bergejolak begitu hebat.
Jika di penghujung senja nanti aku masih juga dikuasai oleh rindu yang arogan. Aku memilih menghunus sebilah mata pedang. Siap bertarung di medan perang. Kukenakan kembali baju zirahku. Kutebas dan kulibas segala aral yang melintang di hadapan. Meski aku tahu tidak mungkin bisa keluar sebagai pemenang. Melawan rindu yang kian piawai mempermainkan dan memporakporandakan perasaan.
***
Malang, 02 Agustus 2019
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H