Sidang sengketa pilpres 2019 yang digelar secara speedy trial, Jumat (21/6/2019) usai sudah. Sidang ditutup sekitar pukul 22.30 WIB oleh Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman.
Dalam kalimat penutup Anwar Usman berjanji akan mempertimbangkan keterangan seluruh pihak. Dalam hal ini pihak pemohon (paslon 02), pihak termohon (KPU), pihak terkait (paslon 01), dan Bawaslu.
Terlepas dari betapa lelahnya para punggawa Mahkamah Konstitusi yang telah bekerja keras melakukan sidang secara marathon, ada banyak hal menarik yang patut dicermati selama sidang sengketa ini berlangsung.Â
Salah satunya adalah kehadiran saksi ahli yang didatangkan oleh Tim TKN Jokowi-Ma'ruf, yakni Profesor Edward Omar Sharif Hiariej atau biasa disapa dengan panggilan akrab Profesor Eddy.
Jujur, selama 5 hari mengikuti sidang secara live streaming, saya lebih sering terkantuk-kantuk mendengar apa yang disampaikan baik oleh saksi maupun saksi ahli dari masing-masing kubu. Namun, begitu Profesor Eddy muncul di hari terakhir menyampaikan paparannya sebagai saksi ahli, mendadak kantuk saya hilang.
Sempat Diragukan Kualitas dan Kapabilitasnya oleh Ketua Kuasa Hukum Tim Prabowo-Sandi
Bersahaja dan humble. Itulah perform yang pertama kali tertangkap oleh mata. Kehadirannya di area sidang pada hari terakhir mampu menerangi langit sengketa pilpres yang keruh. Meski kemunculannya sempat diragukan oleh Ketua Kuasa Hukum Tim BPN Prabowo-Sandi---Bambang Widjajanto.
 "Ahli kami itu punya 22 buku yang dihasilkan, ratusan jurnal yang dikemukakan dan dia ahli untuk fingerprint dan iris. Sekarang saya ingin tanya, saya kagum pada sobat ahli, tapi pertanyaannya saya balik, Anda sudah tulis berapa buku yang berkaitan dengan pemilu, yang berkaitan dengan TSM? Tunjukkan pada kami bahwa Anda benar-benar ahli.Â
Bukan ahli pembuktian, tapi khusus pembuktian dalam kaitannya dengan pemilu. Tunjukkan pada kami buku-buku itu. Mungkin kami bisa belajar. Berikan kepada kami Jurnal Internasional yang pernah Anda tulis!" cecar Bambang dengan nada suara yang meninggi.
Barangkali bukan hanya saya yang agak kurang nyaman mendengar cercaan ketua tim kuasa hukum paslon 02 tersebut, yang indikasinya jelas-jelas meremehkan kualitas dan kapabilitas seorang Guru Besar Eddy Hiariej.Â
Dan alhamdulillah, ketidaknyamanan saya terobati begitu Profesor jebolan FH UGM tersebut diberi kesempatan menanggapi keraguan Bambang Widjajanto. Alhasil semua terkesima mendengar beliau memaparkan kesaksian sesuai keahliannya di bidang hukum secara cerdas, berkelas dan gamblang.Â
"Kalau saudara tanyakan sudah berapa buku, saya kira saya sudah melampirkan CV, ada berapa buku, ada berapa jurnal internasional. Silakan nanti bisa periksa. Kalau saya sebutkan dari poin 1 sampai poin 200, nanti sidang ini selesai," sentil Profesor Eddy ditunjukkan kepada Bambang Widjajanto dengan ekpresi tenang.
Wah, seru juga ya sidang sengketa pilpres 2019 kali ini. Seru dalam arti banyak sekali pembelajaran yang bisa diperoleh. Khususnya bagi masyarakat awam seperti saya.Â
Dengan menyimak dan mengikuti penjelasan dan paparan dari para saksi ahli, utamanya Profesor Eddy, selain mendapat pencerahan berkenaan dengan sengketa pilpres 2019 yang seolah tiada berujung, kita juga bisa mendapatkan gambaran, tambahan wawasan dan ilmu pengetahuan.
Lantas hikmah apa yang bisa dipetik dari persidangan sengketa pilpres 2019 kali ini? Kalau boleh menyimpulkan, bahwa untuk menuju demokrasi yang sehat dan dewasa, sikap berlapang dada tetap harus dikedepankan.Â
Siapapun yang duduk di tampuk pemerintahan kelak, yang akan diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi, hendaknya kita hormati dan kita beri kesempatan untuk menjalankan tugasnya sebagai seorang pemimpin bangsa yang amanah.Â
Selamat pagi. Salam Indonesia damai.
***
Malang, 22 Juni 2019
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H