Kehadiran bulan suci Ramadan memang selalu ditunggu-tunggu dan dirindukan. Namun kepergiannya tak bisa dicegah ataupun ditunda. Ramadan akan tetap berlalu dengan meninggalkan jejak kenangan dan renungan yang tak terlupakan.Â
Tentu Ramadan tidak semata-mata pergi begitu saja. Banyak hikmah yang bisa dipetik dari kehadirannya. Hikmah bagaimana kita menghadapi ujian kesabaran selama satu bulan penuh. Hikmah bagaimana belajar berempati, bertoleransi serta menumbuhkan rasa kepedulian terhadap sesama.
Bagi saya sendiri, berharap semangat Ramadan akan senantiasa menyala di hati menjadi ladang inspirasi yang tak kunjung padam. Utamanya inspirasi di bidang dunia kepenulisan.
Dan hari ini merupakan hari terakhir tantangan THR yang diselenggarakan oleh Kompasiana. Tentu bukan hanya saya yang merasakan keseruan-keseruan selama mengikuti challenge bulan Ramadan ini. Kompasianer lain pasti banyak juga yang merasakannya.Â
Saya tak segan memberi apresiasi. THR atau Tebar Hikmah Ramadan di Kompasiana merupakan sebuah tantangan yang kreatif sekaligus inspiratif. Yang tidak saja melatih Kompasianer untuk berdisiplin menulis namun juga belajar menerapkan pola konsistensi.
Seseru apa pengalaman yang Anda alami selama mengikuti challenge THR di Kompasiana ini? Pasti sahabat Kompasianer memiliki pengalaman yang beragam dan sangat berkesan.
Seperti halnya saya. Meski saya sudah berani menasbihkan diri sebagai seorang ibu yang suka menulis, toh adakalnya suatu ketika mengalami juga yang namanya writer block. Dan nyaris menyerah di tengah jalan. Saya sempat memutuskan untuk menangguhkan barang sejenak tantangan menulis yang sudah saya jalani lebih dari separuh bulan. Saya memilih tidur seusai sholat tarawih ketimbang menulis.Â
Saya bersikap menggampangkan. Berpikir bahwa deadline posting waktunya masih cukup panjang yakni sampai jam 24.00 tengah malam.
Dan hasilnya? Saya terbangun di jam yang sangat mepet sekali. Pukul 23.30. Tentu saja saya kelabakan. Buru-buru meraih laptop dan dengan kecepatan super segera memulai menulis.
Meski pada akhirnya saya mampu menyelesaikan tulisan dalam waktu kurang dari 30 menit, saya benar-benar merasa kapok dan menyesal. Karena saya tahu bahwa tulisan yang saya hasilkan tidak maksimal karena diburu oleh waktu.
Pengalaman itu memberikan pelajaran sangat berharga bagi saya. Bahwa tidak selayaknya saya menggampangkan atau menunda-nunda pekerjaan. Selain hasilnya kurang memuaskan, bisa memicu timbulnya stress.
Lantas masih adakah pengalaman lain yang tak kalah seru? Ada! Seperti misalnya, laptop tanpa sebab tiba-tiba ngadat. Kuota internet tahu-tahu habis dan semua counter pulsa tutup padahal hampir mendekati tenggang waktu posting. Atau draft tulisan yang sudah jadi ketlisut, lupa menyimpannya di file mana.
Meskipun demikian, meski banyak kendala yang harus dihadapi, karena dari awal sudah berkomitmen bahwa saya 'pasti bisa' dan 'harus bisa' menyelesaikan tantangan menulis selama 33 hari ini, maka menyemangati diri sendiri menjadi prioritas utama bagi saya. Saya selalu melecut hati untuk semangat dan terus semangat!
Pagi ini memasuki lebaran hari ke-3. Ramadan sebentar lagi berlalu meninggalkan kita semua. Namun semangat yang ditularkannya diharapkan akan senantiasa menyala dan berkobar. Menumbuhkan ragam kreativitas dan inpirasi bagi siapa saja.
Selamat menghabiskan remah-remah lebaran. Insya Allah. Semoga kelak masih dipertemukan dengan Ramadan kembali. Amin Allahuma amin.
***
Malang, 07 Juni 2019
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H