Pulanglah...
Pesan singkat itu kutemukan terselip di bawah dompet yang kuletakkan di atas meja rias. Sejenak hatiku bergetar.
Pulang? Sudah berapa lama aku berusaha melupakan kata itu? Membiarkannya terkubur bersama kesibukan yang sengaja kuciptakan sendiri. Meski lebih seringnya aku gagal. Terutama saat melihat beberapa teman sibuk mempersiapkan diri jelang lebaran untuk menjemput momen 'pulang' ini dengan penuh suka cita.
Aku membiarkan mataku mengamati wajah sendiri yang terpantul di dalam cermin. Sudah surutkah keangkuhanku? Ternyata belum. Keangkuhan itu masih ada. Masih tergurat jelas.Â
***
Kesibukan semakin terlihat di sana-sini. Beberapa teman sudah berkemas. Lalu satu persatu pergi. Meninggalkan ruangan. Menuju pulang setelah saling mengucap selamat jalan.
Sementara aku masih terpekur di depan meja rias yang lampunya sengaja belum kumatikan. Aku mengamati wajahku sekali lagi. Ada apa denganku? Mengapa aku tampak begitu kuyu? Mengapa riasan tebal ini tidak mampu menutupi kesedihanku?
Buru-buru kunaikkan sudut bibir hingga membentuk garis senyum yang melengkung lebar. Lalu perlahan kudekatkan wajah hingga nyaris menyentuh permukaan cermin.
"Riska?" suara lembut itu membuatku menoleh.
"Ya, Mbak Yun," aku beringsut dari dudukku. Perempuan yang kupanggil Mbak Yun itu mendekat.
"Sudah kau baca pesan itu?"