Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Bercermin dari Keluarga Gus Dur dalam Merawat Semangat Keberagaman Ramadan

30 Mei 2019   07:59 Diperbarui: 30 Mei 2019   08:12 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:bigstockphoto.com

Kehadiran Ramadan selalu istimewa di hati siapa saja. Tidak hanya di kisaran umat Islam. Namun juga di lingkup umat beragama lain. Mereka ikut pula merasakan kegembiraan dan keberkahan datangnya bulan suci Ramadan.

Ramadan memang berpotensi mengajarkan kita tentang banyak hal. Utamanya belajar menumbuhkan rasa empati dan solidaritas terhadap sesama tanpa pandang bulu. Selama menjalankan ibadah puasa kita menjadi mengerti dan paham, bagaimana rasanya menahan lapar dan haus yang kerap dialami oleh orang-orang yang tidak mampu.

Bukan hanya itu. Jika pada hari-hari biasa kadar ketakwaan dan kepedulian kita berada di titik paling bawah, maka kehadiran Ramadan seolah menjadi pendongkrak bagi kita untuk berlomba-lomba meningkatkan amalan ibadah kita. 

Merawat Semangat Keberagaman dalam Menyemarakkan Ramadan ala Keluarga Gus Dur

Bagi sebagian orang, datangnya Ramadan menjadi momen paling berharga untuk bisa berkumpul bersama keluarga. Sahur bareng, buka bareng atau melaksanakan kegiatan religi lainnya secara bersama-sama.

Namun tidak demikian dengan keluarga Gus Dur. Seperti yang pernah disampaikan oleh putrinya Yeni Wahid, bahwa bulan Ramadan justru merupakan bulan tersibuk di dalam keluarganya. Terutama Ibundanya, Sinta Nuriyah.

Sang ibunda nyaris sebulan penuh tidak pulang. Selalu berada di luar rumah. Berkeliling ke berbagai wilayah untuk menjalankan aksi sahur bareng yang sudah dirintisnya sejak tahun 2000.

Istri Alm. Gus Dur ini melakukan safari sahur bersama kaum duafa. Beliau tak segan menyisir kolong-kolong jembatan, menghampiri para pemulung, tukang becak, pedagang, nelayan dan kelompok marjinal atau minoritas lainnya untuk diajaknya bersama-sama bersantap sahur.

Yang patut diacungi jempol dari kegiatan sahur keliling Ibu Sinta Nuriyah ini adalah, beliau mewajibkan panitia penyelenggara sahur keliling berasal dari kelompok antar agama. Tidak hanya berasal dari umat Islam saja. Ini membuktikan bahwa apa yang dilakukan mantan Ibu negara tersebut bukanlah sekadar kegiatan sosial, tapi juga menjadi ajang dakwah untuk bertoleransi.

Ibu Sinta Nuriyah. Foto islami.co
Ibu Sinta Nuriyah. Foto islami.co

Belajar dari Lingkungan Paling Kecil

Tentu tidak semua orang memiliki kesempatan melakukan kegiatan seperti apa yang dilakukan oleh Ibu Sinta Nuriyah. Namun demikian bukan berarti kita tidak bisa melakukannya. Paling tidak kita bisa mencontoh atau mensuritauladani sepak terjang beliau sesuai dengan kemampuan kita.  

Ramadan adalah milik semua kalangan masyarakat. Kita bisa belajar memaknai hikmah Ramadan dengan menumbuhkan rasa kepedulian dimulai dari lingkup paling kecil. Seperti berbagi kelebihan rezeki kepada saudara atau tetangga kita terdekat yang keadaannya kurang mampu.

Dan yang paling penting, dalam berbagi rezeki jangan memandang status agama orang yang hendak kita beri. Jangan membeda-bedakan apakah orang tersebut muslim atau non muslim.

Selamat menjalankan ibadah puasa di hari ke-25. Semoga tetap semangat meningkatkan kadar ketakwaan hingga sampai di hari kemenangan. 

Amin allahuma amin.

***

Malang, 30 Mei 2019

Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun