Kalau boleh jujur, aku sangat menikmati ciumanmu kali ini, Sam. Bagaimana tidak. Kau melumat bibir ranumku begitu membara hingga lipstik merah merona yang kuoleskan terkikis, habis tak bersisa.
Kau benar-benar luar biasa malam ini, Sam. Dan aku tak malu mengakui bahwa aku masih belum puas bersamamu. Aku ingin berlama-lama berada di sisimu. Dalam pagut asmaramu. Meski pada akhirnya aku harus menelan rasa kecewa ketika kita terpaksa menyudahi pergumulan panas di atas tempat tidur sebelum aku berhasil menuntaskan seluruh hasratku.
Ah, ponsel sialan itu! Benda yang kau geletakkan di atas meja, mendadak berdering nyaring. Mengganggu konsentrasimu. Menyebabkan kau bergegas bangun dari pelukanku.
Panggilan masuk dari siapa, Sam? Dari istrimu di rumah?
"Iya, Ma. Ini Papa masih lembur. Sebentar lagi Papa pulang. Jangan lupa siapkan air hangat untuk mandi ya," kau berkata tenang seraya sesekali mencuri pandang ke arahku.
Aku menyisir rambutku yang kusut di depan cermin, pura-pura tidak mendengar percakapan kalian.
Cemburu? Bisa jadi. Tapi apa hakku mencemburuimu, Sam? Aku bukan siapa-siapa. Aku hanya wanita simpananmu. Yang kau inginkan sewaktu-waktu. Dan yang kau butuhkan setiap saat engkau mau.
Kukemasi barang-barangku. Kumasukkan ke dalam tas kecil berwarna hitam. Tas yang kubeli seharga satu buah mobil Avanza keluaran terbaru. Itupun uang hasil pemberian darimu, Sam. Yang kau kirim setiap bulan secara rutin ke nomor rekeningku.
Seharusnya, dengan semua fasilitas yang sudah kauberi aku tidak perlu menuntutmu apa-apa lagi, Sam. Untuk ukuran seorang perempuan yang hidup sendiri seperti aku, kukira semua yang kumiliki sudah lebih dari cukup.
"Perlu kupanggilkan taksi, May?" ujarmu sebelum beranjak meninggalkan kamar hotel di mana kita sedang menginap. Aku menggeleng. Entah mengapa tiba-tiba muncul perasaan aneh bergejolak memenuhi rongga dadaku. Semacam rasa tidak rela.Â
Ya, mendadak aku tidak rela melepasmu pulang ke rumah.Â