Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menakar "Plus Minus" Cebong dan Kampret!

1 Maret 2019   07:48 Diperbarui: 1 Maret 2019   08:26 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mendengar kata Cebong atau Kecebong disebut, apa yang ada dalam benak kita? Pasti mengarah kepada para pendukung paslon 01 dalam wacana pemilihan capres 2019 mendatang. Demikian juga, saat mendengar kata Kampret, apa yang terbayang di pikiran kita? Pasti menjurus kepada para pendukung paslon 02.

Seseruan kedua istilah tersebut, yang bertujuan untuk saling 'mengejek' dan menjatuhkan ini, semakin hari semakin akrab di telinga kita. Entah siapa yang pertama kali memviralkannya. Meski, barangkali banyak juga yang belum ngeh mengapa mereka (netizen) memilih kedua hewan imut tersebut sebagai bahan olok mengolok.

IQ 200 Cebong Sekolam!

Sering banget membaca kalimat tersebut dilontarkan oleh netizen pendukung paslon 02 saat beradu argumen di dunia medsos melawan kubu saingannya. Semula saya juga merasa bingung. Apa maksud dari IQ 200 sekolam tersebut. Setelah menemukan gambar di bawah ini, barulah saya mengerti---dan tentu saja tanpa sadar bibir melengkung menahan senyum.

Sumber:id.quora.com
Sumber:id.quora.com
 

Oalah. Ini toh yang dijadikan dasar ejekan itu.

Sekarang yang menjadi pertanyaan. Apakah Tuhan menciptakan beragam mahluk hidup di dunia ini---termasuk Kecebong, tidak memiliki manfaat? Tentu saja tidak begitu! Setiap ciptaannya, sekecil apapun bentuknya, seburuk apapun rupanya, pasti memiliki rahasia dan manfaat. Yang bisa jadi karena ketebatasan kita, kita tidak mampu memahami dan mengetahuinya.

Manfaat Kecebong

Pada masa dinasti Ming, sekitar abad ke-15, seorang dokter dan ahli herbal asal China---Li Shizen, menulis buku herbologi berjudul "The compendium of Materia Medica". Dalam buku tersebut disebutkan bahwa sebagian orang di masa itu mengonsumsi kecebong untuk menjaga kesehatan.

Juga, sebagai calon katak, Kecebong memiliki fungsi dan manfaat bagi keseimbangan ekosistem di bumi. Khususnya pada saat sudah menjadi katak; mereka memiliki peran dalam aliran dan siklus nutrient, sebagai mahluk hidup yang menempati posisi paling strategis baik sebagai pemangsa maupun yang dimangsa.

Di samping itu, ada filsafat hidup yang bisa dimaknai dari perjalanan metamorfosis hewan yang sering dianggap ber-IQ jongkok ini.

"Bahwa manusia dalam menjalani kehidupan dan untuk meraih pencapaian kehidupannya tersebut membutuhkan proses bertahap. Tidak grusa-grusu. Tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan."

Waah, jadi tahu sekarang, ya. Mengapa Bapak kita yang satu itu gemar sekali memelihara Kecebong satu kolam!

Sekarang beralih ke hewan Kampret.

Nitizen yang pro paslon 01, demen banget mematahkan argumen kubu sebelah dengan menyebut mereka Kampret. Yup. Benar. Kampret adalah anak kelelawar. Latas mengapa mereka memilih istilah hewan imut ini sebagai bahan olok mengolok?

Barangkali ini salah satu alasannya.

Menurut 'Cebongers', otak Kampret itu letaknya terbalik. Itu disebabkan cara hidup mereka yang tidak biasa, yakni menggantung dalam posisi njungkir. Lah, apa iya, gegara adaptasi dengan cara demikian kita lantas men-judge bahwa otak mereka juga ikut jungkir balik?

Sekarang begini. Bagaimana kalau kita bereksperimen; kita tidur di sebelah Kampret yang sedang menggantung di dahan pohon dalam posisi yang sama.

Loh? Kok otak kita dan otak si Kampret jadi sejajar?

Sumber:malang-post.com
Sumber:malang-post.com
Begitulah. Sekali lagi Tuhan menciptakan mahluk hidup bukan tanpa maksud. Bukan hanya untuk sekadar meramaikan isi dunia ini. Pasti ada manfaat yang tersembunyi yang bisa jadi amat sangat berguna bagi mahluk-mahluk hidup yang lain.

Trus, apa dong manfaat Kampret?

Kampret atau kelelawar bisa menjadi predator alami pada hama padi, seperti; membasmi hama wereng, yang sampai saat ini masih jadi momok para petani.

Beberapa jenis kelelawar, seperti halnya lebah, membantu mendorong keanekaragaman hayati. Mereka berfungsi sebagai penyerbuk sekaligus penyebar bibit pohon, sehingga punahnya jenis kelelawar akan berakibat pada punahnya jenis pohon tertentu pula. Beberapa pohon yang buahnya tergantung dengan aktivitas kelelawar antara lain adalah pohon rambutan, duku, durian, mangga, dan pisang.

Juga, hewan mamalia yang bisa terbang sangat mobile ini, mampu memindahkan benih pada jarak yang sangat jauh. Bisa bermil-mil jaraknya. Sangat hebat, bukan?

Tentang filosofi Kampret, Sujiwo Tejo pernah mengatakan,"Bumi mencintai Kampret. Justru dengan otaknya yang terbalik ia disayang Pertiwi. Kalau berdiri, kamu malah tidak sadar bahwa otak mereka langsung bersentuhan dengan bumi."

Nah. Bagaimana?  

Masih bangga dengan saling menjatuhkan dan menghina lawan politik dengan mengatasnamakan ciptaan Tuhan? 

Sudahi, dong!

Salam damai Indonesiaku.

***

Malang, 29 Februari 2019

Lilik Fatimah Azzahra

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun