Dari balik jendela waktu. Aku melihat legam punggungmu kilap tersentuh cahaya matahari. Lengan perkasamu berkutat giat mencangkul ladang harapan. Tempat engkau menyemai benih keniscayaan; begitu engkau biasa membahasakan.
Masih dari balik jendela waktu. Kulihat engkau belum beranjak sejengkal pun meninggalkan tanah beronakmu. Sibuk menyiangi gulma mimpi-mimpi. Menggantinya dengan tetuwuhan tumpang sari; sesayuran cinta dan rerimpang asa; begitu engkau kerap menyebutnya.
Dan masih, dari balik jendela waktu yang sama. Aku tidak sabar menunggu kepulanganmu. Duhai, petani hebatku. Telah kugenggam dua bilah pisau di tangan kanan dan kiri. Siap mengeksekusi. Tidak saja hasil panen rayamu. Tapi juga dadamu!
----------
Pagi ini aku memasak menu baru untuk sarapan sepatumu; semangkuk sup cincang hati lelaki.
***
Malang, 27 Januari 2019
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H