Bahwa ketika aku terlanjur mencintai, maka aku akan senantiasa menjaga setia. Itu janjiku.Â
Bahkan ketika matahari mencoba merayuku dengan senyum paling hangat yang pernah ia miliki, tak sedetik pun aku berpaling. Hatiku telah terpasung. Dan itu, indah.
Bahwa ketika aku terlanjur tersakiti, maka begitu sulit aku memaafkan. Meski telah kucoba dengan segala cara. Aku tetap kalah. Itu kelemahanku.Â
Bahkan ketika rembulan mencoba mengingatkan dengan berjuta kenangan yang pernah kita ukir, tak seketip pun aku  bergeming. Dan itu, luka.
Bahwa ketika aku lebih memilih berjalan sendiri menapaki pematang hari, tak sedikit pun aku menyesal. Itu keputusanku.Â
Bahkan ketika gugusan bintang menawarkan diri menemani menghabiskan separuh malam, aku enggan membuka hati. Dan itu, bias kesedihan.
Bahwa ketika aku benar-benar pergi dari hidupmu, meletakkan cinta yang pernah kumiliki, kau akan sulit menemukanku kembali. Meski kauarungi seribu lautan, lima benua. Aku tiada. Itu takdirku.
Bahkan ketika kau berusaha mengundang Merlin si penyihir ternama dunia sekalipun, agar mengembalikanku, kau tak akan pernah bisa. Sebab aku telah melebur menjadi angin. Yang tak lagi patuh pada kehendak yang kauingin.
***
Malang, 23 Januari 2019
Lilik Fatimah Azzahra
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H