"Kamu tahu apa yang selalu disisakan oleh senja?" tanyaku. Suatu petang. Kamu menggeleng.Â
"Kenangannya."
"Dan kamu tahu apa yang menarik dari kisah kita?" tanyaku lagi, lirih. Kamu mengangkat bahu.
"Berantemnya...."
Seketika kamu berpaling, menatapku. Dengan sungging senyum yang berusaha kamu sembunyikan.
"Kapan kita berantem lagi?" tanyaku perih. Ada genang yang kutahan.Â
Tak ada jawaban. Hanya jemari tanganmu yang terulur. Menyentuh pundakku. Sedikit.
"Baiklah," aku berdiri. "Senja masih seperti kemarin. Mengurai semburat merah pada pipi langit yang cubby," aku bicara sendiri. Kamu ikut berdiri. Kusentuh ujung jemarimu. Terasa beku.Â
Hanya itu.
Lalu aku beranjak, pergi. Tanpa ucap selamat tinggal.Â
Dan kamu masih berdiri mematung menatap tepian senja. Memikirkan entah.