Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sarman Tua dan Topeng Monyet

16 November 2018   04:13 Diperbarui: 16 November 2018   05:03 751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi-pagi sebelum berangkat bekerja-ya Sarman tua menganggap itu adalah aktvitas bekerja, ia memberi Sarimin, monyet kecilnya, sebutir buah pisang seukuran jempol tangan sebagai sarapan pagi. Lalu sesudahnya ia mendandani hewan jenis primata itu dengan mengenakannya pakaian semacam oto yang dijahitnya sendiri. Sebuah topi berbentuk perahu terbuat dari koran bekas dimasukkannya hati-hati ke dalam tas kumalnya. Juga kendang kecil yang dibelinya di pasar loak beberapa tahun silam tak luput dari perhatiannya. 

Biasanya Sarman--laki-laki  yang hidup sebatang kara itu, yang tidak pernah mencicipi bangku sekolahan, akan mendatangi tempat-tempat-tertentu yang ramai dikunjungi banyak orang. Semacam pasar, setasiun atau terminal. 

Tapi belakangan Sarman tua menghindari tempat- tempat tersebut. Sebab beberapa kali ia diperingatkan dan diusir dengan tegas oleh petugas Satpol PP dengan dalih pertunjukan mini yang ditampilkannya bersama Sarimln sangat mengganggu ketertiban umum.

Selain itu, Sarman juga merasakan kesenjangan sosial yang cukup miris. Tak ada seorang pun yang peduli akan kehadirannya. Semua orang terlihat sibuk dengan urusan masing-masing. Kalau toh ada satu dua mata yang melirik ke arah dirinya dan sarimin, itu pasti mata bocah-bocah yang sedang dituntun oleh ibu mereka.

"Ma, adik ingin nonton topeng monyet itu. Ia terlihat sangat  lucu!" seorang bocah sempat merengek-rengek kepada ibunya.

"Itu bukan tontonan yang baik. Memperlakukan hewan seperti budak tidak pantas untuk kita lihat!" si ibu bersungut-sungut. Lalu segera menyeret anaknya pergi menjauh.

Tentu saja Sarman tua amat sangat tahu diri. Lalu ia memilih berubah haluan. Menyusuri perkampungan demi perkampungan. 

Siang itu bayangan matahari di atas kepala sudah setinggi galah. Teriknya yang menyengat membuat Sarman berpikir untuk segera mencari tempat bernaung yang teduh. 

Sebuah Poskamling sederhana yang terletak di pinggiran desa menjadi pilihan sementara baginya untuk mengistirahatkan sejenak kaki tuanya.

Sembari duduk berselonjor dilihatnya Sarimin sudah bergerak-gerak gelisah. Semacam memberi sinyal bahwa sudah waktunya untuk mengisi perut.

Sarman merogoh saku bagian depan tas kumalnya. Sebutir pisang masih tersimpan di sana. Serta merta ia mengeluarkan dan melemparkan pisang itu ke hadapan Sarimin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun