Miss Sherlick duduk di bangku taman yang terdapat di tengah kota. Dengan kedua kaki ditekuk lurus sejajar. Posisi badannya menghadap ke arah terbenam matahari.
Pada pahanya sebuah buku tebal dibiarkan dalam keadaan terbuka.
"Sudah mirip dengan gambaran perempuan yang tewas mengenaskan itu belum, Jhon?" Miss Sherlick berkata pelan tanpa menoleh. Jhon, sepupunya mengawasi seraya memegang dagunya sendiri. Lalu pria berusia sekitar tiga puluh tahun itu berdehem.
Miss Sherlick mengubah sedikit posisi duduknya, dengan menangkupkan jari-jari lentiknya di atas lembar buku yang masih dibiarkan terbuka.
"Bagaimana kalau sekarang, Jhon? Sudah sesuaikah?"
Kali ini Jhon tidak berdehem. Melainkan berjalan lurus ke arah depan. Kemudian berhenti tepat di samping rerimbunan bunga-bunga.
Ia mengamati Miss Sherlick dari sana.
Sekitar lima belas menit bergeming bagai patung, mendadak Miss Sherlick memiringkan kepalanya ke kanan sedikit, beberapa inci.
"Cukup, Jhon! Peragaan kita sore ini kukira sudah cukup," Miss Sherlick berdiri. "Dan kupikir, sebaiknya aku mentratirmu minum kopi di kafe terdekat langganan kita."
***
Berita meninggalnya seorang perempuan muda di sebuah taman kota membuat Miss Sherlick dan Jhon menyempatkan diri datang ke lokasi kejadian perkara. Meski belum ada pemberitahuan resmi dari pihak kepolisian setempat mengenai penyebab kematian perempuan itu--masih harus menunggu hasil visum dokter, agaknya Miss Sherlick sudah menemukan sedikit titik terang.