Siapa yang tidak mengenal Kurawa? Seratus balamuda yang rela didapuk menjadi tokoh antagonis dalam kisah pewayangan Mahabarata, yang digambarkan tidak pernah berhenti menjahili dan menyengsarakan Pandawa.
Kurawa terlahir dari seorang Ibu bernama Dewi Gandari, perempuan yang sempat menaruh cemburu dan sakit hati akibat cinta tak berbalas terhadap Prabu Puntadewa. Gandari pernah sangat membenci Dewi Kunti yang dianggapnya telah merebut sang pujaan hati. Juga pernah menerlantarkan suaminya--Prabu Destarastra sang penguasa Astinapura.
Tapi seiring berjalannya waktu Dewi Gandari mulai memperbaiki diri. Ia berubah menjadi perempuan santun dan penuh kasih sayang.Â
Setelah melahirkan 100 orang anak lelaki dari rahimnya, Gandari bahkan memutuskan menjalani tapa wuta dengan menutup kedua matanya agar dapat merasakan penderitaan suaminya--Prabu Destarastra, yang tidak bisa melihat dan menikmati keindahan alam semesta sejak ia lahir.
Sebagai Ibu, Gandari mendidik Kurawa selayak Ibu-ibu lain pada umumnya. Ia menginginkan yang terbaik bagi putra-putranya. Diajarkannya Kurawa sikap dan tingkah laku para ksatria. Ditanamkannya budi pekerti luhur agar mereka tumbuh dan berkembang menjadi anak-anak yang santun lagi berjiwa mulia.
Namun apa daya. Segala upaya yang diperjuangkan Gandari tidak membuahkan hasil. Campur tangan kakaknya, Arya Sengkuni dalam olah didik anak-anaknya membawa pengaruh yang amat besar. Sengkuni yang sejatinya berambisi ingin menghancurkan Pandawa telah memperalat keponakan-keponakannya itu agar berdiri di pihaknya dan berharap kelak mereka berhasil melampiaskan dendam sekaligus memenangkan peperangan maha dahsyat, Baratayuda.Â
Hasutan Sengkuni membuat para Kurawa mengabaikan ajaran Ibunda mereka. Mereka memilih menaati sang paman yang dianggap lebih mumpuni, lebih pintar dan lebih sakti mandraguna.
Pada perang Baratayuda, dikisahkan, bala Kurawa satu persatu gugur di medan laga. Tentu saja hal ini membuat hati Dewi Gandari sedih tiada terkira. Berhari-hari perempuan itu mengurung diri di dalam kamar. Menangisi kepergian satu persatu anak-anak kesayangan.Â
Dalam suasana hati dirundung nestapa, Gandari mengumbar sumpah. Ia akan menurunkan ilmu kekebalan (bukan kebebalan) kepada putranya yang masih tersisa hidup.
Adalah Duryudana yang selamat dari maut peperangan. Gandari lantas bertitah. Agar sang putra datang menghadapnya pada tengah malam saat bulan purnama penuh untuk mendapat ilmu kekebalan. Dengan syarat Duryudana harus datang dalam keadaan polos tanpa busana.
Duryudana menyanggupi permintaan Ibundanya itu. Pada malam di mana bulan bersinar benderang, ia segera keluar dari peraduannya tanpa selembar kain pun, menuju kaputren di mana Gandari sudah duduk menunggu.
Saat melintas di halaman pendopo, kebetulan Prabu Krisna berpapasan dengan Duryudana. Lelaki sepuh itu sangat terkejut demi melihat penampilan Duryudana yang dinilainya amat tidak sopan. Maka dengan suara lantang tetua titisan dewa itu segera menegur Duryudana.Â
"Kau tampak sangat memalukan sekali, anak muda! Mengumbar aurat pada malam bulan purnama sungguh bukan sikap seorang ksatria yang berakal."
Karena merasa malu terpergok oleh Krisna dalam keadaan bugil, Duryudana bergegas menutupi sekitar paha dan kemaluannya menggunakan kain ikat kepalanya. Lalu tanpa menjelaskan sepatah kata pun ia bergegas menemui Ibundanya.
Akan halnya Gandari, perempuan itu merasa sangat kecewa saat melihat putranya datang tidak sesuai dengan apa yang diperintahkan.Â
"Kau tahu putraku? Ilmu kekebalan tubuh yang kuberikan padamu tidak akan merasuk sampai pada bagian tubuh yang kau tutupi itu. Dan sungguh amat menyedihkan, karena di bagian itulah kelak letak  pengapesanmu," dengan suara sedih Gandari menjelaskan. Duryudana hanya diam terpaku dan membisu.
Apa yang disampaikan Gandari ternyata benar adanya. Kelak pada peperangan Baratayuda, di mana Duryudana berhadapan dengan Bima, pada pertarungan kedelapan hari, ia tewas di tangan sepupunya itu akibat mendapat hantaman gada rujak polo bertubi-tubi pada paha kanannya.Â
Dan tahukah pembaca, siapa yang membocorkan rahasia pengapesan Duryudana itu?
***
Malang, 07 November 2018
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H