Ini hening. Sedang bernegoisasi dengan angin. Tentang sebuah ingin. Yang melintas tiba-tiba di paparan malam yang tak lagi geming.
ragaku amat lelah
sakit sedemikian menggila
mencengkeram
mengundang hadirnya malaikat tak berwajah
mengintip di balik buram kaca jendela
berjeruji keputusasaan dan nestapa
pergilah!
Ini sunyi. Gemetar. Berbicara pada waktu. Yang berlari bagai desing peluru. Â
merambatlah perlahan
seperti siput yang tertidur di rumah cangkang
Jangan terburu beranjak, berhentilah bergerak
andai mungkin
jarum jam di dinding pun tak usah lagi berdetak
Ini rembulan. Berbisik kepada awan. Yang pada wajahnya menampak patahan-patahan suram.
jika memang ini masih tengah malam
biarkan gelap bersenggama dengan mimpi
jauh lebih lama lagi
Lalu. Ini aku. Bicara panjang pada takdirku.
maut, jangan menjemputku dulu. Masih banyak hal indah yang ingin kukerjakan. Masih akan aku mengubur dosa-dosa masa silam. Masih mau aku memetik dagu matahari. Mengecup lembut bibir melati. Mencium hangat pipi dedaunan. Mengelus ubun-ubun anak-anak embun. Juga--menghidu wangi punggung kekasihku. Kelak. Suatu hari jika kami dipertemukan.
***
Malang, 20 Oktober 2018
Lilik Fatimah Azzahra