Di punggungmu aku melukis puisi. Menggores perlahan dengan pena terbuat dari bulu angsa. Kugambari sketsa wajah perempuan. Bernama Ibu Pertiwi. Yang pada matanya tersulam telaga berwarna biru nilam.
Aku melukis punggungmu dengan bermacam-macam cinta. Cinta pada negeri kuletakkan paling dominan. Sedang cinta pada diri sendiri kusisihkan di bagian paling belakang. Aku berharap. Di pagi yang penuh derap. Langkahmu mantap. Menjemput hangat di pelbagai sudut dan tempat.
Puisiku menyisir tepian hari. Menemukan keceriaan di kaki-kaki lembah tak bersepatu. Juga pada senyum para bidadari, yang menopang reranting kayu tanpa keluh. Aku hening dalam mamring. Ini negeriku. Kubanggakan. Tidak ada yang mampu menggantikan.
Pada punggungmu aku melukis berbait-bait puisi. Tentang cinta yang paling tinggi. Padamu negeri.
***
Malang, 02 Oktober 2018
Lilik Fatimah Azzahra