"Kau tahu siapa dia, Brojo? Sri Kantil itu adalah anak dari Roro Saruem! Perempuan yang telah merebut hatimu dariku!" Nini Surkanti berseru lantang. Mbah Brojo yang semula hendak mengatakan sesuatu, urung. Rasa terkejut membuatnya bungkam beberapa saat.
"Hanya karena rasa kemanusiaan, aku rela memungut anak maduku itu. Menjadikannya muridku. Menggemblengnya sampai ia benar-benar siap mewarisi semua ilmuku. Kau dengar itu, Brojo? Kau dengaaaar...!!!" kembali Nini Surkanti memutar-mutar tongkat di tangannya. Kali ini ia berdiri agak menjauh dari Mbah Brojo. Mengambil ancang-ancang. Mengantisipasi jika sewaktu-waktu pendekar tua itu membalas serangannya.
"Sejak kau hujamkan luka itu di dadaku, Brojo. Aku tak henti berharap agar punya kesempatan membalas dendam pada Roro Saruem. Tapi belum kesampaian keinginanku, perempuan sundal itu sudah mengerang kesakitan dalam keadaan hamil tua dan terluka parah. Kau kira aku akan tatag melanjutkan dendam kesumatku? Tidak, Brojo! Aku juga seorang perempuan. Apalagi aku tidak memiliki anak darimu. Aku bantu persalinan perempuan yang kau cintai itu. Meski nyawanya tidak tertolong akibat kehabisan darah, paling tidak aku sudah berhasil menyelamatkan bayinya. Bayimu!"
Nini Surkanti memutar badan. Entah mantra apa yang dirapalnya, tahu-tahu tubuhnya menghilang disertai kabut tebal yang meninggalkan jejak aroma tak sedap.
Mbah Brojo masih berdiri termangu. Apa yang barusan didengar dari mulut Nini Surkanti membuatnya tak bisa berkata-kata.
"Teka-teki kematian Roro Saruem sudah terjawab sekarang. Mbah Brojo tidak perlu lagi mencari-cari siapa sebenarnya pembunuh istri muda Mbah itu," Pendekar Caping Maut sudah berdiri di belakangnya.
"Jika apa yang dikatakan Nini Surkanti benar, aku merasa amat berdosa. Selama ini aku mengira dialah pembunuh Roro Saruem," Mbah Brojo menghela napas panjang. Pikirannya tiba-tiba terasa buntu.
"Sebaiknya kita kembali ke padepokan," lelaki tua itu akhirnya memutuskan.Â
"Tidak, Mbah! Aku tidak akan kembali ke padepokan sebelum berhasil mendapatkan Kitab Kalamenjara itu!" Pendekar Caping Maut mengangkat kedua tangannya.Â
"Kalau kau masih juga ngeyel, kau terpaksa berhadapan denganku, Diman! Ingat! Kali ini tak akan kubiarkan kau menyakiti putriku. Sri Kantil!"
Bersambung ke bag 3Â Kembang Pemikat Cinta