"Apakah Dinda Ratu sudah mengerti perihal kedatangan hamba kemari?" penguasa Blambangan itu bertanya gugup. Ratu Kencana Wungu mengangguk.
"Saya tahu Kakang datang hendak menagih janji atas salah satu hadiah sayembara yang pernah saya gelar," Ratu Kencana Wungu menyahut.
"Benar sekali Dinda Ratu. Hingga kini Dinda belum memenuhi janji akan menikah dengan hamba apabila berhasil mengalahkan Kebo Marcuet," wajah Adipati Minakjinggo bersemu merah.
"Baiklah Kakang. Saya akan memberi jawaban atas janji itu. Tapi sebelumnya bolehkah saya minta sesuatu?" Kenya Ayu maju beberapa langkah. Wangi rambutnya yang tergerai menguar. Membuat sekujur tubuh Adipati Minakjinggo gemetar.
"Apapun yang Dinda Ratu minta hamba akan penuhi," penguasa Blambangan itu menangkupkan kedua tangannya di atas dada.
"Buatkan saya geguritan, Kakang Minak," Ratu Kencana Wungu berkata seraya tersenyum.
Tanpa menunggu lama Minakjinggo yang sedang dimabuk asmara itu segera meraih sebatang lidi. Di atas daun lontar ia mulai mengguratkan kalimat demi kalimat hingga tersusun menjadi geguritan yang mewakili perasaan hatinya.
Duh Kenya ayu kusumaning ati...
tuwuhing katresnanku iki
dudu awu sajroning pediangan
Rasa iki rumekso soko jroning manah
Tanpa udakara tanpa rudapeksa
satuhu namung kaunjuk dening salira
Saenggo panyuwunku
mugi saget tinampi dening manah kabagja
*Duh, Putri jelita...
tumbuhnya cinta ini
bukan abu di dalam tungku api
perasaan ini terjadi dari dalam hati
tanpa perkara tanpa paksaan
tertuju hanya untukmu
Sehingga ku berharap
semoga bisa diterima dengan hati bahagia
Usai menggoreskan larik-larik geguritan tersebut Adipati Minakjingga menyerahkannya kepada Ratu Dewi Kencana Wungu. Sang Ratu tersenyum sumringah. Diselipkannya geguritan itu ke dalam lipatan kembennya.
"Terima kasih Kakang Minak. Sekarang Kakang boleh beristirahat di wisma puri para tamu. Besok pagi saya akan memberi jawaban atas pernyataan cinta Kakang kepada saya."