Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Perjalanan Kata-kata

25 Agustus 2018   19:15 Diperbarui: 25 Agustus 2018   19:17 886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:www.mobileremark.com

Kata-kata itu seperti kita. Kadang butuh tidur, kadang mesti lembur. Kadang ia sabar, tak jarang kurang ajar.

Seperti hari ini, kata-kata bangun pagi-pagi sekali. Menyeruak pintu kamar mandi. Menghampirimu yang sedang termenung, melamun di atas lingkaran jamban.

Padamu yang sedang melamun, kata-kata bebas mengumbar pertanyaan.

Mengapa wakil presiden mesti dipermasalahkan?
Mengapa si hijau melon semakin langka ditemukan?
Mengapa mencari kerja sulit sekali?
Dan mengapa harga-harga melonjak tinggi?
Sementara sigaret yang kuisap tinggal sebatang.
Ah, andai punya kebun tembakau sendiri. Atau punya pabrik rokok sekalian...

Ya, kata-kata di atas jamban. Bersamamu ia liar mengudar harapan.

Tapi itu hanya sebentar. Latu cerutumu berbaur dengan aroma jamban. Membuat kata-kata memilih hengkang. Ia berlari lintang pukang menuju pasar. Di mana tukang sayur setengah umur baru saja menggelar tikar.

Kata-kata mulai beraksi. Menghitung pembeli yang singgah di pagi ini. Baru beberapa bilangan. Kata-kata sudah merasa bosan. Ah, ya, di pasar hidup memang penuh perjuangan, juga perhitungan.

Kata-kata semakin jengah. Lagi-lagi aroma tak sedap datang menyergap. Bau keringat kuli pasar berbaur aroma balsam. 

Kata-kata kembali berlari. Ia ingin menghirup aroma wangi. Tapi kemana ia mesti mencari? Oh, itu dia di sana. Seorang gadis berseragam abu-abu putih tengah berdiri. Menyendiri di atas jembatan.

Kata-kata riang melompat. Penuh semangat ia mendekat. 

Hidup ini kejam!
Cinta itu jahanam!

Gadis berseragam itu berteriak lantang. Sejenak kata-kata ingin menyanggah. Tapi ia terburu terperangah. Gadis itu sudah melayang. Membuang diri jatuh ke dasar jurang.

Kata-kata itu seperti kita. Kadang ia lemah. Tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa tercengang, terkungkung dalam ketidakmengertian.

Kini kata-kata menyadari. Kemana semestinya ia pergi. Ia harus kembali. Menemuimu, yang masih melamun di atas lingkaran jamban.

Mungkin lebih baik begitu. Bersamamu kata-kata merasa lebih berarti. Sebab ia tahu--sesulit apa pun hidup ini, kau tak akan mungkin berbuat nekat dengan menceburkan diri ke lubang jamban.

***

Malang, 25 Agustus 2018

Lilik Fatimah Azzahra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun