Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Jadilah Rahwana Untukku

20 Juni 2018   10:10 Diperbarui: 20 Juni 2018   10:03 1903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tuhan, jika cintaku kepada Shinta terlarang. Kenapa Kau bangun begitu megah rasa itu di hatiku?" (Sujiwo Tejo)

Rahwana. Ia hanya mencintai satu perempuan. Dewi Setyawati. Tidak ada yang lain. Sebelum angin terlanjur mengembuskan rumor buruk tentang dirinya, konon ia adalah pemilik cinta sejati. Ia pemuja satu kekasih.

Sampai takdir mencemburuinya dan merenggut Dewi Setyawati dari sisinya.

Kau pernah melihat sebatang pohon yang tumbuh subur di atas batu cadas yang tercabut dari akarnya? Seperti itulah hati Rahwana saat kehilangan Dewi Setyawati. Perih. Tercabik. Ingin rasanya saat itu juga ia ikut mati.

Lama nian laki-laki perkasa penguasa Alengka Raya itu menutup hati. Mengabaikan segala perasaan yang berhubungan dengan perempuan. Meski andai ia mau mudah sekali mencari pengganti sosok permaisurinya itu. Dengan tinggal menunjuk jari. 

Rahwana seorang raja. Ia punya kuasa. Apa yang tidak bisa lakukan oleh seorang penguasa?

Tapi lihatlah. Rahwana tidak melakukan aji mumpung itu. Rahwana tetaplah Rahwana, lelaki yang bertekuk lutut di bawah kebesaran cinta.

Sungguh, cinta memang sedasyat itu. Ia memiliki kekuatan di luar nalar manusia. Kehadiran dan kepergiannya mampu mengubah peringai seseorang.

Apakah kehilangan atas Dewi Setyawati membuat Rahwana patah hati? 

Mungkin.

Yang terlihat kemudian sejak kematian istrinya, Rahwana menjadi sosok pemurung, temperamental dan beringas. Hatinya seolah membatu.

Sampai suatu hari, ketika ia tengah berburu di tengah hutan, sukmanya mendadak berguncang. Hati lelakinya kembali terbakar oleh magma asmara yang meletup secara tiba-tiba.

Dewi Shinta. 

Ya, sosok anggun yang tengah melintas di hadapannya itu telah membangunkannya kembali dari tidur panjang.

Apa arti semua ini? Rahwana berdiri gemetar. Adakah ia--perempuan yang telah dipersunting oleh Sri Rama itu adalah titisan sang garwa kinasih?

Berkali Rahwana memejamkan mata. Berusaha memastikan bahwa paningal dan instingnya tidak salah.

Dan wangsit itu terus saja bergulir. Membisikkan kata demi kata di sekujur pori-pori tubuhnya, meyakinkan bahwa Dewi Shinta adalah memang Dewi Setyawati yang telah beralih rupa.

Jika kau pernah menjadi pelaku cinta maka kau tidak akan menyalahkan Rahwana ketika ia nekat memutuskan merebut Dewi Shinta dari tangan Sri Rama.

Ia memiliki alasan. Dan alasan yang paling mendasar adalah--sinar mata Dewi Shinta yang redup, yang menandakan hatinya tidak bahagia.

Rahwana itu biadab! Ia penjahat! Umpatmu tak berkesudahan. Hingga kini, hingga berabad-abad telah terlewati aku belum juga mampu meyakinkan padamu bahwa Rahwana sejatinya bukanlah seorang  penjahat. Ia hanya ingin mengetahui akhir perjalanan kisah asmaranya yang telah tertulis di dalam buku bernama takdir.

Jadi kukira selama ini kau telah keliru terlalu jauh dalam memahami kisah Ramayana yang melegenda itu.

Cinta sejati tidak seperti itu. Tidak akan merampas hak-hak. Apalagi sampai memaksakan kehendak. Kau masih juga belum mau menerima penjelasanku.

Baiklah. Kau boleh membela Sri Rama. Seperti kau selalu membela MU--tim kesebelasan idolamu itu.

Tapi izinkan aku melanjutkan kisah ini, kisah tentang Rahwana sang pemilik cinta sejati.

Pada malam kesekian pasca penculikan, ketika Rahwana datang menemui Dewi Shinta di peraduan, dilihatnya jarit sang dewi tersingkap hingga betis mulusnya jelas terlihat. Apakah kau mengira Rahwana akan menyergapnya? Atau melampiaskan birahinya yang selama ini terpendam? Tidak. Raja Alengka itu hanya berdiri diam. Menatap berlama-lama tubuh mungil yang tergolek pulas di atas tempat tidur. Ditungguinya dengan penuh kesabaran hingga sang pemilik mata indah itu terbangun.

Seperti yang sudah-sudah, Rahwana tidak pernah lelah bertanya dan bertanya lagi dengan penuh kelembutan. Pertanyaan yang diramu sedemikian elok dalam secawan puisi. 

Duhai, apakah sang dewi sudah berkenan membuka hati? 

Tunggu! Jangan sela dulu kalimatku. Sebab kisah ini belumlah usai.

"Ketika Rahwana menanyakan hal itu--lagi dan lagi. Tentang hatiku, perasaanku, apakah aku bisa menerima cintanya, atau setidaknya akan mengingat betapa besar rasa rasa cinta yang ia miliki, melebihi cinta Sri Rama terhadapku, saat itu juga aku menangis. Kukatakan padanya bahwa aku sama sekali tidak menutup mata dan hatiku."

Itu sepenggal surat yang ditulis oleh Dewi Shinta, yang disembunyikan di sebalik bantal yang berhasil kutemukan.

Mencintai tidak semestinya merampas kebahagiaan orang lain. Lagi, kau menghela napas panjang. Tanpa sedetik pun matamu beralih dari layar kaca yang tengah menayangkan perhelatan piala dunia.

Bersama Rama, Shinta tidak bahagia, bisikku tertahan. Entah engkau bisa mendengarnya atau tidak.

Tiba-tiba saja aku ingin menjelma menjadi Dewi Shinta yang disandera dan disekap dengan penuh cinta di sebuah ruangan.

Dan kau--kukira aku lebih suka melihatmu dirasuki ruh Rahwana yang ganas beringas ketimbang oleh jiwa suci Sri Rama yang sungguh-- tidak tahu bagaimana seharusnya memperlakukan hati seorang perempuan.

***

Malang, 20 Juni 2018

Lilik Fatimah Azzahra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun