Hadiah paling berkesan dan terindah tidak melulu harus berupa barang atau benda. Bisa juga berupa suasana hati yang lega, plong dan bahagia.
Bicara soal suasana hati, saya pernah mengalami hal tidak menyenangkan beberapa waktu lalu. Yakni bersitegang dengan salah seorang tetangga, seorang Ibu yang sudah berumur.
Begini awal ceritanya.
Waktu itu, jelang dua bulan sebelum datangnya bulan Ramadan, saya mendapat kepercayaan merias pengantin salah satu putri tetangga saya. Alhamdulillah semua bisa saya kerjakan dengan lancar.
Esoknya, pagi-pagi sekali pengantin putri yang baru saja saya rias itu datang ke rumah menemui saya. Menyampaikan bahwa pagi itu sekitar pukul sepuluh ada acara unduh mantu dan minta dirias lagi.
Tentu saja saya menyanggupinya. Saya berjanji sekitar pukul delapan akan datang ke rumahnya yang berjarak tidak terlalu jauh dari rumah tinggal saya.
Dan saya pun menepati janji. Tepat pukul delapan saya berangkat untuk mulai mengerjakan tugas saya.
Tapi belum juga sepuluh menit merias wajah sang pengantin, datang seorang Ibu menyerobot masuk ke dalam kamar seraya berseru lantang, "Masya Allah, dari tadi kok nggak selesai-selesai. Ngapain aja, sih?"
Awalnya saya berusaha sabar. Tapi setelah mendengar Ibu itu mengomel tiada henti kesabaran saya pun sirna.
Dengan wajah merah padam saya menyahut, "Ibu, saya bekerja sesuai dengan permintaan. Lagi pula acara unduh mantu kan pukul sepuluh? Saya masih punya waktu dua jam untuk menyelesaikan pekerjaan saya."
Saya melihat pengantin putri wajahnya pias. Saya paham ia pasti merasa tidak enak terhadap saya. Melihat hal itu untuk sementara waktu saya memilih mengalah.