Dan tentu saja masih bagi hati yang mencintai, tidak akan membiarkan ujian atau tantangan itu berlarut-larut menghantam perasaan. Apalagi sampai menghantarnya ke jurang keputusasaan.
Hati yang mencintai pasti akan segera bangkit. Gegas berdiri. Menyadari dan memaklumi. Bahwa tak ada satu pun mahluk di dunia ini yang luput dari kekhilafan.
Memang terasa sulit untuk memulai semua dari awal. Membuka hati yang terlanjur rajam. Menguak pintu maaf bagi kekasih yang kadung dibenci sekaligus masih dicintai.
Tapi bukan berarti tidak ada celah dan kemungkinan, bukan?
Sungguh, tiada guna membiarkan jiwa berlarut-larut dalam kesedihan. Memulai menata ulang puing yang berserak, mengumpulkan keping demi keping kesabaran yang sempat terkoyak, adalah hal-hal paling mungkin yang masih bisa dilakukan.
Jika rasa itu masih ada, masih tersisa di hati yang sebelumnya dipenuhi oleh indahnya pernak-pernik cinta, maka maafkanlah. Ajaklah ia kembali, kekasih yang pandangannya sempat berpaling ke lain hati. Genggam erat jemari tangannya, selaraskan dengan hatinya, bawa ia bersama-sama lagi menata mahligai yang sempat tergoyahkan.Â
Namun, senyampang segala upaya, segala jalan telah benar-benar tertutup, mengalami kebuntuan dan hanya ada satu pilihan yakni berpisah, maka sebaik-baik hal yang dilakukan adalah 'tetap memaafkan'.
Andai kita benar-benar mampu melewati tahap-tahap sesulit itu, suatu hari saat kita berdiri di suatu tempat, kita akan tersenyum dan tak ragu mengatakan, "Duhai, memaafkanmu adalah obat paling mujarab bagi luka hatiku."
***
Malang, 04 Juni 2018
Lilik Fatimah Azzahra