Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Pesan Berantai Jelang Santap Sahur

18 Mei 2018   09:52 Diperbarui: 18 Mei 2018   09:55 1115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sahuuur...sahuuuur...!

Seruan itu berulangkali terdengar memecah kesunyian malam. Diiringi bunyi tetabuhan dan lantun sholawatan. Mereka---para remaja masjid berkeliling membangunkan penduduk sekitar. 

Saya pun bergegas menyeruak selimut. Melirik ke arah jarum jam.

Alhamdulillah  masih tersisa banyak waktu. Masih ada kesempatan menyiapkan makanan untuk hidangan sahur keluarga.

Setengah jam lebih saya berkutat di dapur. Menyiapkan segala sesuatunya mulai dari memasak lauk hingga membuat minuman. Sesudahnya saya wira-wiri dari satu kamar ke kamar lain. Membangunkan anak-anak.

Well,  apakah saya senang melakukan rutinitas ini hingga sebulan ke depan? 

Tentu saja. Saya senang sekaligus bersyukur. Sebab Allah masih memberi saya kesempatan ikut menanam amal ibadah di bulan suci Ramadan kali ini. Walau sekadar memasakkan, membangunkan anak-anak untuk makan sahur, dan melakukan hal-hal kecil semampu saya, saya yakin semua pasti ada nilainya di hadapan Allah.

Terkenang kisah indah putri Rasulullah Saw. Ketika suatu hari beliau menyaksikan Fatimahtuzzahra menitikkan airmata dan mengeluh menghadapi penggilingan gandumnya.

"Mengapa berurai airmata, puriku?" Rasulullah bertanya seraya mengelus kepala Fatimah.

"Duhai Ayahanda, demi kemuliaanmu, mintakan kepada Ali supaya memberiku seorang budak untuk meringankan pekerjaanku sebagai ibu."

Seketika Rasulullah berjalan menuju penggilingan. Dipungutnya segenggam biji-bijian gandum. Dengan membaca basmallah, atas seizin Allah penggilingan itu berputar sendiri menyelesaikan pekerjaan Fatimah.

Usai biji-bijian gandum halus, Rasulullah berkata kepada penggilingan gandum, "Berhentilah." Penggilingan gandum pun berhenti.

Kemudian beliau melanjutkan, mengutip salah satu ayat dalam Al Quran.

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar yang tidak pernah mendurhakai Perintah Allah. (QS.At-Tahrim: 6)

Demi mendengar kutipan ayat itu, penggilingan gandum yang terbuat dari batu itu merasa takut. Ia pun berkata kepada Rasulullah. "Duhai, Rasulullah. Sekiranya Engkau berkenan memerintahkan aku untuk menggiling seluruh biji-bijian di seluruh jagat raya ini, pasti akan kulakukan."

Rasulullah tersenyum.

"Hai, batu penggilingan. Bergembiralah. Sebab engkau termasuk batu yang kelak dipergunakan untuk membangun tempat tinggal Fatimah di surga."

Tentu saja batu itu merasa amat gembira dan bersyukur.

Sementara kepada putrinya, Rasulullah bersabda, "Kalau Allah berkehendak, anakku. Niscaya penggilingan gandum itu akan berputar sendiri meringankan pekerjaanmu. Tapi Allah lebih menghendaki mencatat kebaikan-kebaikan untuk dirimu dan menghapus keburukan-keburukanmu serta mengangkat derajadmu."

"Duhai, putriku. Setiap istri yang berkeringat membuatkan makanan untuk suaminya, maka Allah akan memisahkan ia sejauh tujuh hasta dari neraka. Setiap ibu yang merawat dan memperlakukan dengan baik putra-putrinya maka Allah akan mencatat pahala untuknya serupa memberi makan kepada seribu orang yang sedang kelaparan serta pahala seperti memberi pakaian kepada seribu orang telanjang." 

Duh, gegara aktivitas membangunkan sahur, saya malah berkisah panjang lebar.

Kita kembali ke seseruan jelang santap sahur saja, ya.

Karena masih di penghujung awal puasa, anak-anak gampang sekali dibangunkan. Cukup satu kali panggilan mereka langsung beranjak dan duduk manis di meja makan.

Tapi tunggu. Sepuluh hari ke depan, pasti saya harus lebih bertenaga lagi dalam membangunkan mereka. Biasanya memang begitu.

Namun terlepas dari itu, bagi saya momen makan sahur itu sama pentingnya dengan saat berbuka. Sebab makan sahur bisa diibaratkan sebagai bahan bakar untuk penggerak mesin aktivitas kita. Jika asupan bahan bakar yang masuk cukup memadai, maka insyaallah segala kegiatan di bulan Ramadhan tetap bisa dilaksanakan dengan baik.

Saya memiliki kebiasaan menunggui anak-anak saat mereka bersantap sahur. Duduk di samping mereka seraya tak henti berkata, " Makan yang banyak. Habiskan. Ayo, nambah lagi dan bla...bla..bla..."

Barangkali kecerewetan saya terdengar monoton dan sangat membosankan di telinga anak-anak. Tapi saya tidak peduli. Saya harus terus menyemangati mereka. Saya ingin anak-anak tetap sehat dan fit dalam menjalankan ibadah puasanya.

Saya memilih makan sahur paling akhir setelah anak-anak kembali ke kamarnya. Tapi sebelum itu biasanya saya akan mengirim pesan berantai kepada sanak saudara, kerabat dan teman-teman yang saya kenal. Sekadar mengingatkan agar mereka tidak lupa makan sahur atau terlambat bangun.

"Hallo, Nduk Linda. Sudah sahur belum?" saya mengirim pesan kepada keponakan yang tinggal sendiri di kos-kosan.

"Sudah Bulek. Sama ini," keponakan saya membalas disertai kiriman foto menu sahur yang disantapnya. Saya memberinya emo jempol.

"Bangun, Mas. Waktunya sahur..." kali ini saya mengirim pesan kepada salah seorang teman pria yang hidup sendiri karena baru saja berpisah dari pasangannya.

"Terima kasih, Mbak. Akan segera meluncur ke warung sebelah."

Saya tersenyum. Biarlah ia akan meluncur ke mana saja yang penting bisa mendapatkan makan sahur.

Belum cukup. Saya harus mengirim pesan lagi kepada seorang sahabat yang tinggal bersama dua putrinya yang masih kecil.

"Jangan lupa membangunkan anak-anak, ya, Mbak. Sudah hampir imsak."

Agak lama saya menunggu jawaban. Dan saya senang ketika mengetahui sahabat saya itu bilang sudah sahur meski hanya sempat membuat mie instan.

"Tidak apa-apa, yang penting anak-anak masih nemu makan sahur," saya menyemangatinya.

Lalu pesan berantai berlanjut. Menyasar kepada sanak saudara dan teman-teman lainnya. 

Dan, ketika saya melirik ke arah jarum jam, astaga! Imsak tinggal lima menit lagi.

Buru-buru saya membaca niat puasa, meneguk jus wortel lalu...selebihnya hanya sempat menelan satu kepal nasi.

***

Malang, 18 Mei 2018

Lilik Fatimah Azzahra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun