Selamat  pagi  suster  Yuni  yang  cantik!
Selamat  pagi  dokter  yang  baik
Selamat  pagi  semua  penghuni  Rumah  SakitÂ
Selamat  pagi  juga,  duhai  jantung kesayanganku!
Aku membayangkan wajah ceria itu tersenyum menyembunyikan rasa sakitnya. Terhadap sosok Suster Yuni, kekasih imajinernya yang kerap ia pamerkan kepadaku--juga kepada teman-teman lainnya, ia tak pernah berhenti memuja. Ia mengaku sangat bahagia telah menemukan sosok seperti Suster Yuni, perempuan muda yang cantik, putih dan berhati lembut seperti yang selama ini diimpikannya.
Mengapa harus Suster Yuni? Aku pernah iseng bertanya padanya.Â
Sebab  Suster  Yuni  itu  baik
Sebab  Suster Yuni  tidak  pernah  menyakiti
Sebab  Suster  Yuni  selalu  ada
di  saat-saat  aku  sendiri
Sebab  Suster  Yuni...
Ah,  aku  tidak  bisa  menjabarkannya  terlalu  jauhÂ
Lalu seperti biasa ia mengumbar tawa ceria.
Sesaat kubiarkan Suster Yuni merambah alam pikirannya.Â
Tak apa. Ia juga berhak bahagia. Serupa bahagiaku yang mencintai sosok tak berwujud sepertimu.
//
Pagi tadi manakala azan Subuh hampir berkumandang, pemuja Suster Yuni itu melambai tangan, berpamit pulang.Â
Aku  titip  Suster  Yuni,  ya!
Di  hati  kalian
Di  sepanjang  pematang  kenangan
Jaga  dia  baik-baik
Sebab  aku  tidak  tahuÂ
Sebab  aku tidak  paham
kapan  kami  akan  kembali  dipertemukan
Di antara gigil pagi ia tersenyum. Di sebalik butir embun ia mengucap salam. Salam terakhir. Salam perpisahan.Â
Lalu kembali alam menghening.
Selamat  pagi,  cantik!Â
Kulihat Suster Yuni terisak tanpa suara di sudut ruang kepalaku.
***
#Jejak kenangan bersama Mas Wahyu yang telah mendahului kami pergi. Selamat jalan Mas...semoga khusnul Khotimah...
Malang, 16 Mei 2018
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H