Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cermin | Kalung Pembawa Berkah

4 Mei 2018   08:10 Diperbarui: 4 Mei 2018   08:17 939
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : www.pinterest.com

Alkisah, suatu senja seorang musafir berjalan lesu menuju Masjid di mana Rasululullah tengah duduk bertadarus. Usai mengucap salam sang musafir mengeluhkan kesulitannya.

"Wahai, Rasulullah. Saya telah kehabisan bekal. Perut saya seharian ini belum terisi. Saya juga tidak bisa pulang karena tidak memiliki uang untuk menyewa seekor unta."

Rasulullah dengan penuh perhatian mendengar keluhan itu. Tapi sayang saat itu beliau tidak memiliki apa-apa untuk bisa diberikan kepada sang musafir.

"Aku tidak bisa membantumu, Kisanak. Tapi aku bisa menyarankan padamu untuk bertandang ke rumah putriku, Fatimah Az Zahra. Semoga ia bisa memberimu sesuatu."

Musafir itu kemudian meninggalkan Masjid menuju rumah Fatimah Az Zahra sesuai saran Rasulullah.

Ketika sampai di rumah Fatimah, ia disambut dengan ramah. Usai berbasa-basi musafir itu menyampaikan keluhannya sama persis seperti yang disampaikan kepada Rasulullah. Fatimah Az Zahra tercenung sesaat. Sama seperti Ayahandanya, saat itu ia juga sedang tidak memiliki makanan serta uang sepeser pun.

Tapi untunglah kemudian ia teringat sesuatu. Ia masih memiliki kalung hadiah pernikahan dari suaminya, Ali bin Abi Thalib. Maka tanpa ragu-ragu dilepaskannya kalung yang melingkar di lehernya lalu diserahkannya kepada musafir yang datang bertamu itu.

"Wahai Kisanak. Hanya ini barang berharga satu-satunya yang kumiliki. Sekiranya ini bisa membantumu, ambillah. Tukarkan benda ini dengan uang untuk memenuhi kebutuhanmu."

Musafir itu sangat gembira. Ia segera pamit dan kembali menemui Rasulullah untuk menyampaikan kabar bahwa Fatimah Az Zahra telah memberi pertolongan padanya.

Mendengar kabar dari musafir tersebut mata Rasulullah berkaca-kaca. Beliau merasa sangat terharu terseling rasa syukur karena Allah telah menganugerahinya seorang putri yang berhati dermawan. 

Kebetulan salah seorang sahabat bernama Ammar bin Yasir--seorang saudagar terpandang, yang saat itu tengah duduk-duduk bersama Rasulullah mendengar kisah mengharukan itu. Ammar lalu bersedia membeli kalung milik Fatimah Az Zahra seharga 20 dinar emas. Ia juga mengajak musafir itu mampir ke rumahnya. Setelah menjamu tamunya dengan makanan, saudagar kaya itu menghadiahkan seekor unta kepada musafir yang tengah dilanda kesulitan itu.

Tidak hanya sampai di situ, Ammar ternyata berkeinginan mengembalikan kalung milik Fatimah kepada Rasulullah. 

Maka diutusnya seorang budak bernama Asham untuk mengantarkan barang berharga itu. Saudagar Ammar tak lupa menitip pesan, "Aku tidak saja menghadiahkan kalung itu kepada Rasulullah. Melainkan menyerahkan dirimu juga, Asham. Maka terhitung mulai hari ini kau bukan budakku lagi. Melainkan budak Rasulullah."

Sang budak segera memenuhi perintah tuannya. Ia menghadap Rasulullah untuk menyerahkan kalung Fatimah termasuk juga dirinya.

Rasulullah menerima pemberian Ammar dengan wajah penuh senyum. Namun karena merasa kalung itu adalah milik putrinya maka Rasulullah pun berkata kepada Asham, "Pergilah ke rumah putriku, duhai Asham. Aku berkewajiban mengembalikan benda berharga itu padanya. Sekaligus menghadiahkan dirimu untuknya."

Asham segera pergi menuju rumah Fatimah. Ia disambut suka cita  oleh putri kesayangan Rasulullah itu.

"Aku terima kembali kalung ini, Asham. Tapi tidak untuk dirimu. Aku membebaskanmu. Mulai saat ini kau bukan seorang budak lagi."

Mendengar ucapan Fatimah, Asham tertawa keras sekali. Dan itu membuat Fatimah terheran.

"Apa yang kau tertawakan, Asham?"

"Berkah kalung ini, duhai putri kesayangan Rasulullah. Anda telah membuka pintu kebajikan darinya. Benda ini telah begitu banyak menolong orang. Mulai dari memudahkan kesulitan seorang musafir hingga memerdekakan seorang budak seperti saya."

Fatimah tersenyum. Mata cantiknya menatap lembut ke arah budak yang telah bebas itu.

"Ini merupakan salah satu ajaran Ayahandaku, Asham. Rasulullah selalu berpesan, jangan ragu menolong sesama meski dirimu sendiri dalam kesulitan. Allah pasti akan membuka selebar-lebar pintu berkah."

***

Malang, 4 Mei 2018

Lilik Fatimah Azzahra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun