"Jangan mendekat!" Dewi Sumbadra mengangkat kedua tangannya. Keringat dingin mulai bercucuran membasahi keningnya. Burisrawa semakin girang. Lalu dihunusnya keris dari sarungnya. Bermaksud menakut-nakuti Dewi Sumbadra agar perempuan itu manut padanya.
Tapi Burisrawa keliru.
Dewi Sumbadra tiba-tiba merangsek maju, merampas keris dari tangannya. Dihujamkannya berkali-kali benda pusaka itu pada dadanya sendiri hingga tubuh mungilnya ambruk terkapar bersimbah darah.
Dewi Sumbadra pun kehilangan nyawa.Â
Burisrawa tidak menyangka akan terjadi hal demikian. Antara takut dan bingung wayang setengah raksasa setengah manusia itu pun memilih kabur meninggalkan taman kaputren.
***
Sore itu Arjuna adalah orang yang paling berduka. Ia tak henti menangisi jasad istrinya. Sesekali ia bersumpah akan membalas dendam kepada orang yang telah membuat kekasih hatinya itu meregang nyawa.
Usai melarung jasad Dewi Sumbadra di sungai Silugangga, Arjuna melakukan semedi. Mohon kepada sang Hyang Widi agar membantunya menguak misteri siapa sebenarnya pembunuh Dewi Sumbadra. Â
Sementara nun jauh di sana, pemuda Antareja tengah melakukan perjalanan menuju Hastinapura. Melalui kabar angin ia mendengar berita kematian Dewi Sumbadra. Dengan kesaktian yang dimilikinya Antareja mengejar jejak Burisrawa. Di tengah perjalanan ia bertemu Gatotkaca, adik tirinya. Lalu kedua putra Bima itu pun melesat ke arah timur.
Mereka menemukan Burisrawa tengah  leyeh-leyeh  di bawah sebatang pohon. Rambut gimbalnya bergerak-gerak tertiup angin. Antareja segera beralih rupa, menyamar menjadi Dewi Sumbadra.
"Wahai wong bagus...aku datang untuk menyerahkan diri padamu," Antareja menirukan suara lembut Dewi Sumbadra. Burisrawa terbangun. Beberapa kali ia mengucek kedua matanya. Tidak percaya di hadapannya telah berdiri Dewi Sumbadra yang selama ini diimpikannya.