Empat orang duduk melingkar. Tuan Mozart, Guru Hydn, Guru Neefe dan Pangeran Franz menatap partitur yang terjereng di atas meja.  Fur  Elise,  Bagatelle  in  A  minor,  Wo0  59.
Sejak berjam-jam yang lalu keempat orang itu tidak saling bicara. Berkonsentrasi penuh pada Fur Elise yang ditinggalkan oleh Ludwig Van Beethoven begitu saja.Â
Guru Neefe sebagai orang pertama yang pernah  membimbing komponis ternama itu tampak bermimik paling serius.
"Dia jenius. Aku ingat pernah mengatakan ini padanya, bahwa ia bisa menyaingi Anda, Tuan Mozart. Itu kalau dia konsisten menekuni dunianya," Guru Neefe mengamati sekali lagi partitur di hadapannya.Â
"Lalu Elise...siapa dia?" Tuan Mozart bertekuk siku.
"Mungkin ia seorang gadis yang  pernah ditemuinya di Wina. Sebab aku pernah mengirimnya ke sana," Pangeran Franz menimpali. Meski ia tidak terlalu paham seluk beluk musik, kecuali menjadi penikmat saja, tapi ia sangat mengapresiasi bakat yang dimiliki oleh Ludwig.Â
"Sayang sekali aku hanya bertemu sebentar dengannya," Tuan Mozart berkata lagi. "Tapi Anda benar, Pangeran Franz. Ludwig memiliki bakat luar biasa. Saya bahkan sangat mengaguminya."
"Tentang Elise?" Guru Hydn yang berpenampilan cuek mengingatkan topik pembicaraan mereka.
"Oh, ya. Apakah Anda mengetahui sesuatu, Tuan Hydn?" Guru Neefe menatap teman seprofesinya itu.
"Tidak. Saya tidak mengetahui apa-apa tentang Fur Elise. Juga tentang sosok Ludwig. Meski ia pernah belajar musik pada saya," Guru Hydn menjawab santai.
"Astaga! Apa yang sudah Anda lakukan Tuan Hydn? Jauh-jauh saya mengirim Ludwig dari Jerman untuk belajar kepada Anda, dan Anda mengatakan tidak tahu apa-apa tentang dia?" Pangeran Franz menaikkan alisnya tinggi-tinggi.