Namaku Rita. Usiaku tujuh tahun. Aku tinggal bersama Ayah dan Ibu di sebuah rumah sederhana yang terletak di pinggiran kota.
Berbeda dengan Ibu, Ayah sangat bangga dengan namaku. Ia tak bosan memanggilku berulang-ulang jika kebetulan tidak sedang bertugas ke luar kota.
"Rita! Rita!" selalu begitu. Ayah tidak akan berhenti memanggil sebelum melihat kemunculanku.
"Ayah berisik!" aku menghampirinya sembari bersungut-sungut. Kalau sudah begitu Ayah akan merengkuhku. Mengacak-acak rambutku. Lalu tawanya yang renyah berderai memenuhi ruangan.
"Kalian berdua! Bisa tenang tidak?!" Ibu menegur dengan alis mencuat tinggi. Seketika Ayah terdiam.
"Dan kamu, Derita, bukankah ini waktunya belajar?" mata Ibu tajam beralih ke arahku.
Perlahan aku melepaskan diri dari pelukan Ayah. Kutinggalkan ruang tengah menuju kamarku.
"Jangan panggil ia dengan nama seperti itu," samar kudengar Ayah menegur Ibu.
"Memang kenapa? Ia lebih pantas menyandang nama itu!" Ibu berseru tak mau kalah.
"Namanya Rita, bukan Derita!" Ayah menegaskan. Lalu keributan berlanjut. Disertai benda-benda tak bersalah jatuh berhamburan.
Di dalam kamar aku duduk merenung. Pertengkaran itu, ah, selalu saja terjadi. Pertengkaran yang terpicu akibat memperdebatkan namaku. Kadang aku tak habis pikir, mengapa orang tua suka sekali bersitegang?