Lady Bathory menatap wajahnya berlama-lama di depan cermin. Guratan halus mulai terlihat di sekitar bawah matanya. Ia tidak suka itu. Ia tidak suka kecantikan yang dimilikinya perlahan luntur.
Ia masih belum beranjak dari kursi di hadapan meja riasnya. Kali ini pandangannya beralih ke arah tatanan sanggul yang sedikit menurun. Tampak beberapa helai rambut berjuntai. Itu membuatnya berteriak keras memanggil pelayan barunya, Ema.
"Ema! Ema!"
Ema berlari-lari kecil meninggalkan kesibukannya di dapur.
"Kau bisa menata rambut dengan rapi, bukan?" Lady Bathory menatap Ema yang berdiri di belakangnya melalui pantulan cermin. Ema mengangguk. Lady Bathory menyodorkan sisir sasak dengan kasar ke arah gadis itu.
Ema mulai menyentuh kepala tuannya. Perlahan. Rambut Nyonya berusia empat puluh tahun itu ternyata amat kusut.
Karena gugup, tanpa sengaja gadis itu menarik rambut Lady Bathory agak keras. Tarikan itu membuat Lady Bathory berteriak marah. Suaranya membahana ke seluruh ruangan. Membuat dua orang pelayan tua berlari datang menghambur.
Dua pelayan tua itu terkejut. Mereka menyaksikan pemandangan itu lagi. Lady Bathory tengah menyiksa pelayan baru itu. Menampar keras-keras wajah gadis bernama Ema itu hingga hidungnya mengeluarkan darah.
Ema jatuh terjengkang. Gadis itu mengerang kesakitan. Dua pelayan tua mencoba membantunya bangun. Lalu memapah Ema dan berniat membawa gadis itu pergi dari kamar Lady Bathory.
Sementara entah mengapa, mendadak Lady Bathory terdiam. Ia tampak tertegun. Sesuatu yang aneh tengah dirasakannya.
Cipratan darah Ema. Terasa begitu hangat. Perempuan itu memejam mata.