Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cermin | Pria Itu Satu Kamar dengan Saya

26 Januari 2018   13:10 Diperbarui: 26 Januari 2018   13:23 822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber :Teddy Mercuri /www.soundcloud.com

Sudah lama saya ingin menulis kisah ini. Kisah yang benar-benar saya alami.

Kejadiannya sekitar 17 tahun silam, sudah lama sekali. Tapi saya benar-benar tidak bisa melupakannya.

Saat itu saya sedang mengandung anak bungsu saya. Memasuki bulan kedelapan.

Saya masih ingat, hari masih gelap, Subuh baru beberapa menit berlalu. Saya mendengar seseorang mengetuk pintu rumah. Kebetulan hanya saya yang sudah terjaga. Suami dan anak-anak masih tidur.

Dengan agak sempoyongan akibat perut yang membola cukup besar, saya menuju pintu dan melihat siapa yang bertandang sepagi buta itu.

Seorang pria, bertubuh kecil mengangguk ke arah saya begitu pintu terbuka. Terlihat sekali pria tersebut sangat terburu-buru. Saya pun segera menanyakan apa keperluannya. Pria itu bilang, ia meminta bantuan saya untuk merias putrinya yang akan melangsungkan pernikahan. Pagi itu juga.

Sebelum pergi pria itu memberi tahu di mana alamat rumahnya. Ternyata ia masih bertetangga dengan saya. Hanya berbeda wilayah RT. Bisa dimaklumi, karena orang baru, saya belum mengenal begitu banyak tetangga yang rumahnya agak berjauhan.

Singkat cerita saya segera berkemas dan berangkat menuju rumah pria bertubuh kecil itu untuk menunaikan pekerjaan saya.

Seperti biasa saya merias di dalam kamar pengantin putri. Saya bekerja dengan serius sembari mengelus perut yang sesekali bergerak-gerak. Sementara di luar kebiasaan, pria bertubuh kecil itu ikut berada di dalam kamar---menunggui saya. Sedang istrinya, entah ke mana, ia sama sekali tidak menampakkan diri.

Meski dalam hati merasa aneh, saya hanya diam, bungkam tidak bertanya apa-apa.  

Beberapa jam kemudian pekerjaan merias rampung. Saya lanjut mempertemukan kedua mempelai. Usai mendudukkan pasangan pengantin di kursi pelaminan, saya pun mohon diri untuk pulang.

Sesampai di depan rumah, saat hendak membuka pintu pagar, saya mendengar suara ribut-ribut. Beberapa orang berlarian. Seorang tetangga yang kebetulan lewat menyampaikan berita yang membuat saya terkejut.

"Orang itu, Mbak. Yang barusan punya hajat menikahkan putrinya. Ia ditangkap polisi. Ia buronan yang kabur dari penjara. Ia telah membunuh mertuanya dengan sebilah parang."

Dengan kaki gemetar saya buru-buru masuk ke dalam rumah. Meraih segelas air putih dan meneguk habis isinya hingga tak bersisa.

Duh, Gusti. Untunglah saat merias tadi saya tidak tahu siapa pria yang berjam-jam berada di dalam kamar menunggui saya. Andai tahu...

Ah, sudahlah, saya tidak berani membayangkannya.

***

Malang, 26 Januari 2018

Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun