Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Ojung, Ketika Tiba Giliranku

4 Januari 2018   17:36 Diperbarui: 6 November 2024   09:47 1366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber :29 best Carpathy Facebook Image/www.pinterest.com

Pada ritual Ojung tahun lalu, kakakku Suleman mendapat giliran berlaga. Ia melawan Datuki, anak juragan tanah yang terkenal di desa kami. Saat itu kakakku kalah telak. Seluruh tubuhnya dipenuhi bilur-bilur disertai kucuran darah akibat sabetan rotan Datuki. Ibu sempat menangis ketika mengompres luka-lukanya.

"Tahun depan giliranmu, Rahmat. Kau harus menang!" Ayah berseru padaku. Ia tampak paling terpukul menyaksikan kekalahan kakakku.

"Sudahlah, Pak. Jangan paksa anak-anakmu mengikuti ritual mengerikan itu. Lihatlah ini. Tubuh Suleman dipenuhi oleh luka-luka yang mengerikan," Ibu berusaha membujuk hati Ayah.

"Kau harus mempersiapkan diri baik-baik, Rahmat. Bapak berharap tahun depan adalah tahun keberuntunganmu," Ayah seolah tidak menggubris kata-kata Ibu. Ia tetap bergeming pada ambisinya. 

***

Hitungan kalender sudah memasuki bulan  Rebbe. Sebentar lagi ritual Ojung akan digelar. Seperti permintaan Ayah, kali ini aku yang harus maju ke arena laga. Ayah sudah mendaftarkanku ke sesepuh adat setempat. Dan aku sengaja dipasangkan dengan Padil, anak juragan tanah yang sudah lama menjadi musuh bebuyutan Ayah.

"Tidak adakah lawan yang seimbang untukku? Padil terlalu kecil buatku. Aku tidak tega jika harus melecutkan rotan ke arah tubuhnya," aku memprotes paduan lawan yang sangat tidak seimbang, sebelum ritual Ojung dilaksanakan. 

"Ini permintaan Ayahmu, Mat. Dan juga sudah disepakati oleh juragan tanah itu. Lagi pula jangan menyepelekan Padil. Meski masih muda ia sudah dilatih cukup matang untuk menghadapimu," sesepuh yang mengurusi upacara Ojung menjelaskan padaku.

Aku terpaksa menerima keputusan itu. Meski tidak sepenuh hati.

Tetabuhan mulai dibunyikan sebagai pertanda upacara Ojung akan segera dimulai. Ayah sudah mengolesi seluruh tubuhku dengan minyak kelapa, membuat  otot-otot kekarku tampak menonjol dan mengkilap.

Sementara di sebelah sana, Padil juga tengah dirubung oleh beberapa orang. Bahkan ia mendapat semburan air garam beberapa kali dari mulut Ayahnya, sang juragan tanah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun